Jakarta, infosatu.co – Pemindahan ibu kota negara dipastikan berdampak secara langsung terhadap peningkatan kebutuhan pangan di Kaltim. Sementara kebutuhan pangan Kaltim sendiri hingga saat ini masih sangat bergantung pasokan dari daerah lain.
Pertambahan jumlah penduduk sangat mungkin berjalan tak sebanding dengan kesiapan kebutuhan pangan di Kaltim.
Di masa depan, bila kondisi ini tidak diperhitungkan dengan baik, maka sangat mungkin Kaltim akan menghadapi persoalan besar terkait pemenuhan kebutuhan pangan ini. Hal ini juga akan berdampak terhadap pergerakan inflasi yang semakin sulit dikendalikan.
Mengantisipasi ancaman kekhawatiran tersebut, Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Provinsi Kaltim melakukan studi tiru ke PT Food Station Tjipinang Jaya di Jakarta.
Perusahaan ini merupakan badan usaha milik daerah (BUMD) milik Pemprov DKI Jakarta yang sangat berhasil menjaga ketersediaan dan harga kebutuhan pokok di ibu kota negara.
“Kami melihat DKI Jakarta selalu berada di posisi teratas dalam pengendalian inflasi. Padahal Jakarta sendiri tidak memiliki banyak lahan pertanian. Kami ingin belajar ke sini. Mungkin perlu proses dan waktu,” kata Kepala Disperindagkop dan UKM Kaltim Heni Purwaningsih di lokasi pabrik PT Food Station Tjipinang Jaya, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Kamis (19/10/2023).
Heni menyebut, DKI Jakarta dan Kaltim sesungguhnya memiliki kesamaan, yakni sebagai provinsi konsumen. Tapi Jakarta memiliki pengalaman yang berbeda, karena dengan hanya memiliki lahan persawahan sekitar 414 hektare dan penduduk 11,24 juta jiwa, Jakarta mampu mengendalikan pasokan pangan dan inflasi. Terlebih 95 persen kebutuhan pangan Jakarta harus dipasok dari luar daerah.
“Sekarang misalnya, ketika Kaltim mulai pusing karena urusan beras, DKI tetap tenang. Begitu juga dulu ketika harga minyak meroket, Kaltim yang penghasil kelapa sawit saja pusing, Jakarta masih tenang-tenang saja. Harga dan stok di sini aman,” tambah Heni.
Kondisi Jakarta yang relatif aman, ternyata sangat dipengaruhi oleh kerja positif PT Food Station Tjipinang Jaya, BUMD milik Pemprov DKI Jakarta dalam menjaga stok dan harga pangan di Jakarta dan sekitarnya.
Kepala Divisi Suply Chain PT Food Station Tjipinang Jaya Gazali Malik menjelaskan meski perusda ini sudah ada sejak tahun 1972, namun mereka baru mendapat suntikan penyertaan modal dari Pemprov DKI Jakarta mulai tahun 2014. Total penyertaan modal yang diberikan hingga saat ini mencapai Rp443 miliar.
Saat ini, perusda ini sudah memiliki dua pabrik pengolahan beras di Jakarta dan Pamanukan. Selain itu, mereka juga terus memperluas kolaborasi untuk memenuhi pasokan beras dengan berbagai mitra di Sumatera dan Jawa.
“Rata-rata stok Food Station di tahun 2022 sebanyak 11.000 ton. Dan per Agustus 2023 ditingkatkan menjadi 18.058 ton. ,” jelas Gazali Malik.
Selain memproduksi beras dengan berbagai kelas, Food Station juga memproduksi minyak goreng dan repack komoditi gula, air mineral dan sejumlah kebutuhan lainnya.
“Distribusi kami lakukan untuk pasar tradisional, restoran, warung-warung dan pasar modern. Produk-produk Food Station hingga saat ini sudah tersedia di 31.000 toko modern di seluruh Indonesia,” beber Gazali Malik.
Bukan hanya sukses membantu pemerintah menjaga inflasi, Food Station juga berhasil memberikan kontribusi bagi penerimaan asli daerah DKI Jakarta. Tahun 2021 Food Station meraih penerimaan sebesar Rp1,1 triliun dan menyumbang PAD sebesar Rp10 miliar.
Sementara tahun 2022 penerimaan yang mereka hasilkan Rp1,77 triliun dan kontribusi PAD Rp14 miliar. Untuk mendukung operasional perusahaan, Food Station diperkuat sekitar 700 tenaga kerja.