Samarinda, infosatu.co – Wakil Ketua Bidang Pertambangan dan Energi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Samarinda Adnan Faridhan menyayangkan pernyataan anggota Komisi VII DPR RI Muhammad Nasir, terkait isu‘Ratu Batu Bara’ yang mengarah pada pengusaha pertambangan Tan Paulin.
Adnan mengatakan hal-hal yang dilancarkan Muhammad Nasir berdampak pada tumbuh kembang perekonomian di daerah. Menurutnya hal itu dapat mengganggu trusting dari investor untuk berinvestasi kepada para pengusaha di daerah.
“Semestinya tak boleh berselancar imajinasinya untuk menuding tanpa dasar yang jelas. Apalagi kalau hanya gunakan ‘katanya’,” ucap Adnan, Minggu (16/1/2021).
Menurutnya kepercayaan dari pihak ketiga di dalam dunia usaha itu sangat diperlukan. Sebab upaya seperti ini sangat merugikan para pengusaha.
Ketika dianggap terdapat ‘Ratu Batu Bara’ di Kaltim dan sudah merusak fasilitas infrastruktur milik pemda, maka secara tidak langsung, menurut Adnan, legislator asal Sumatera tersebut tidak mempercayai kinerja daerah, baik dari pemerintahan hingga kepolisian.
“Padahal pemerintahan dan aparat kepolisian di daerah sudah bekerja sangat maksimal. Justru kalau memang ada bukti ya silahkan disampaikan, jangan berbicara tanpa diiringi bukti,” paparnya.
Sebelumnya, Komisi VII DPR RI melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI Arifin Tasrif terkait pencabutan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) di Kaltim. Saat itu, Muhammad Nasir menyebut Tan Paulin sebagai ‘Ratu Batu Bara’ yang perlu ditindak.
Pernyataan itu muncul karena banyak infrastruktur yang dibangun pemerintahan daerah (Pemda) rusak. Bahkan, Muhammad Nasir menyebut terdapat batu bara yang hilang sebanyak 1 juta ton per bulan, diduga dilakukan ‘Ratu Batu Bara’.
Tidak hanya itu, harga batu bara yang disebut hilang sebesar Rp 2,5 juta per ton tersebut dituding telah dicuri untuk ekspor, dan menduga kucuran uang itu untuk Kementerian.
Hal yang disampaikan Nasir dinilainya merupakan bola panas yang akhirnya ketika tidak dapat dibuktikan menjadi fitnah. Dalam hal ekspor pun sejatinya sistem di Indonesia sudah memiliki regulasi yang berlapis terkait di ESDM, Bea Cukai, maupun Perhubungan.
“Sehingga pernyataan legislator tersebut sangat resisten dan berpotensi akan mengganggu iklim usaha di Kaltim,” tegasnya. (editor: Dani)
