
Samarinda, infosatu.co – Aturan terkait batas minimal anggaran dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Kalimantan Timur (Kaltim) Nomor 49 Tahun 2020 menuai kritik.
Anggota DPRD Kaltim Husni Fahruddin menyebut regulasi tersebut menghambat realisasi kebutuhan pembangunan di pedesaan, terutama untuk proyek infrastruktur kecil yang mendesak.
Dalam aturan itu, program yang didanai Bantuan Keuangan Daerah (BKD) harus memiliki nilai minimal Rp1,5 miliar.
Meski angka ini telah mengalami revisi dari sebelumnya Rp2,5 miliar, Husni tetap menganggapnya tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, khususnya di tingkat desa.
“Untuk membangun jalan gang atau irigasi kecil yang hanya memerlukan Rp150 juta, aturan ini tidak memungkinkan. Akibatnya, aspirasi masyarakat terhenti di tengah jalan,” ungkap Husni dalam Rapat Paripurna ke-8 DPRD Kaltim, Senin (9/12/2024).
Ia menambahkan bahwa permasalahan di masyarakat tidak hanya melibatkan infrastruktur besar. Tetapi, juga proyek kecil yang dampaknya langsung dirasakan warga.
Aturan tersebut dianggap terlalu kaku dibandingkan regulasi nasional yang memperbolehkan program senilai Rp50 juta per titik.
Politikus Partai Golkar ini menilai kebijakan tersebut mempersempit ruang gerak pemerintah desa dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Ia menyebut fleksibilitas dalam pengelolaan anggaran sangat penting agar pembangunan dapat berjalan efektif.
“Jika regulasi nasional saja memungkinkan program kecil, seharusnya daerah juga bisa menyesuaikan. Pemerintah desa harus diberi keleluasaan untuk mengelola program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” tegasnya.
Selain itu, Husni mengkritik pergub tersebut karena dianggap bertentangan dengan peraturan di tingkat nasional. Ia menilai, kebijakan yang tidak sinkron seperti ini hanya akan memperlambat pembangunan dan merugikan masyarakat.
Melihat dampaknya, Husni mendesak Pemerintah Provinsi Kaltim untuk mengevaluasi aturan ini. Ia berharap Pergub 49 Tahun 2020 dapat direvisi agar lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat di lapangan.
“Pergub ini perlu diubah agar selaras dengan regulasi yang lebih tinggi dan aspirasi masyarakat bisa terealisasi. Jangan sampai aturan ini menjadi penghalang pembangunan, terutama di desa-desa,” ujar Husni.