
Samarinda, infosatu.co – Anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda Maswedi menilai sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang diterapkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Samarinda belum maksimal.
“Kalau dari sisi kesempurnaan masih jauh. Artinya masih banyak problem sebenarnya yang ditimbulkan dari sistem yang ada saat ini terkait dengan zona,” ungkapnya di Sekretariat DPRD Samarinda, Senin (19/6/2023).
Menurutnya, banyak masyarakat yang berada di kawasan pinggiran Kota Samarinda belum memiliki bangunan sekolah yang memadai, sehingga pelajar tidak terakomodasi dengan baik.
“Contohnya kami dapat aduan di daerah Lempake cuma ada satu SMP Negeri 13. Sekolah tidak bisa menampung semua calon pelajar yang berdomisili di sana, sehingga mereka harus terlempar ke Tanah Merah yang notabenenya lebih jauh,” jelasnya.
Ia juga menilai yang menjadi problem di masyarakat yakni paradigma terkait dengan sekolah unggulan masih tertanam. Dengan demikian, orang tua memaksakan anaknya untuk menempuh pendidikan di sekolah unggulan atau sekolah favorit yang berada di pusat kota.
“Jadi terkadang melakukan segala cara agar tetap masuk di sekolah itu (sekolah favorit),” ucapnya.
Ia pun menyayangkan Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda melalui Disdikbud yang telah menyebutkan bahwa saat ini di Kota Tepian tidak ada lagi sekolah unggulan, melainkan menyamaratakan seluruh sekolah yang ada.
Akan tetapi, penyediaan sarana dan prasarana, tenaga pendidik atau pengajar tidak sama dengan sekolah yang berpusat di Kota Samarinda, sehingga mengakibatkan paradigma dan cara berpikir masyarakat tetap berkembang hingga saat ini.
“Tapi kami lihat juga setidaknya dari kasat mata sudah bagus memang sampai saat ini. Kami masih menerima ada beberapa sekolah dari sisi kuota belum terpenuhi,” terangnya.
Ia pun berharap, agar Disdikbud Kota Samarinda dapat menyosialisasikan terkait bahwa di Kota Samarinda tidak lagi memiliki sekolah unggulan dalam artian sekolah yang ada telah disamaratakan.
“Sehingga kalau berbicara zonasi pun jelas, harus masuk dimana, tinggal dimana maka sekolah pun harus dimana. Jika tidak diberikan pemahaman maka masyarakat kita (orang tua) memaksakan anaknya sekolah yang jauh dari jarak rumahnya,” urai Maswedi.
Hal itupun yang mengakibatkan sistem zonasi tidak berjalan secara maksimal. Ia juga berharap Disdikbud Samarinda harus melakukan tujuan dari diterapkan sistem zonasi tersebut yakni dalam rangka untuk pemerataan.
“Artinya tidak terfokus dalam satu sekolah atau tempat. Jadi bisa menyebar merata termasuk di sekolah pinggiran. Tapi yang menjadi sebuah catatan fasilitas yang dimiliki di kota harus sama dengan apa yang dimiliki oleh sekolah di pinggiran. Artinya fasilitas harus memadai dan setara dengan yang di pinggiran maupun di kota,” pungkasnya.