
Samarinda, infosatu.co – Ketua Komisi I DPRD Kota Samarinda Joha Fajal menerima keluhan warga Samarinda Utara terkait masalah batas tanah yang mereka hadapi. Warga menghadapi kendala dalam proses penentuan batas tanah di sekitar kawasan mereka.
“Hari ini, komisi I mendapatkan keluhan warga Samarinda Utara tentang batas tanah,” ungkap Joha kepada awak media usai hearing dengan BPN Kota Samarinda mengenai pelayanan PTSP, pembuatan PTSL dan persoalan tanah lainnya di Ruang Rapat Gabungan lantai 1 DPRD Kota Samarinda, Kamis (8/6/2023).
Menurutnya, salah satu kendala utama yang dihadapi oleh warga adalah terkait kepemilikan tanah yang bermasalah. Pada saat proses penentuan batas tanah, orang tua warga tersebut masih hidup saat program PTSL. Kemudian, orang tua mereka meninggal dunia.
“Warga ini menghadapi kesulitan karena tidak memiliki dasar kepemilikan yang jelas,” ujarnya.
Menghadapi situasi tersebut, warga memutuskan untuk mendatangi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Samarinda guna mencari solusi atas masalah yang mereka hadapi. Namun, tanpa memiliki dasar kepemilikan yang kuat, mereka mengalami kesulitan dalam mendapatkan bantuan yang diharapkan dari BPN.
“Warga mengaku memiliki surat kematian, namun tidak punya bukti apa-apa. Kami undang BPN dan warga yang masih kurang paham. Tadi BPN minta warga untuk datang ke kantor BPN,” ujarnya.
Selain itu ada warga mempunyai masalah yang serupa di Jalan Wahab Sjahranie, Samarinda Utara.
“BPN Samarinda telah memberikan penjelasan bahwa masalah batas tanah tersebut dapat diproses. Harapannya agar kejadian serupa tidak terulang lagi di masa mendatang, mengingat banyaknya masyarakat yang menghadapi masalah serupa terkait pertanahan dan batas tanah,” terangnya.
Selain itu, Joha juga menekankan pentingnya pemanfaatan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang telah diberlakukan oleh pemerintah. Program ini menyediakan solusi bagi masyarakat yang menghadapi kendala dalam kepemilikan tanah, termasuk masalah batas tanah seperti yang dialami oleh warga Samarinda.
“Biaya untuk mengikuti program PTSL sangat terjangkau, hanya sebesar 250 ribu rupiah. Pelaksanaannya pun berbeda-beda dan diuruskan oleh RT setempat. Dalam pelaksanaannya, masyarakat dapat memanfaatkan kayu sebagai patok atau pembatas,” ujar Joha.
Kendati demikian, Joha juga menegaskan bahwa jika terdapat penambahan biaya dalam proses PTSL, hal tersebut harus dibahas dan disepakati secara musyawarah dengan syarat bukan merupakan pungutan liar atau pemaksaan dari pihak-pihak yang berwenang di tingkat Kelurahan.
“Yang penting bukan pemaksaan, masalah biaya karena jarak, pembuatan patok kayu itu bisa dibicarakan dengan baik,” tandasnya.