Jakarta, infosatu.co – Hary Tanoesoedibjo, CEO MNC Group, menyoroti kondisi media massa di era digital yang semakin mengalami degradasi. Sebagaimana ia sampaikan dalam acara Konvensi Nasional Media Massa 2025 yang bertajuk Disrupsi Berganda terhadap Media Massa yang digelar di Jakarta, pada Kamis, 20 Februari 2025.
Acara tersebut membahas tantangan yang dihadapi industri media akibat perkembangan teknologi, perubahan ekonomi, serta regulasi yang semakin kompleks.
“Kita inginkan pers berperan sebagai penyuara publik dalam kaitannya dengan demokrasi. Namun peranannya makin kecil,” ungkap Hary Tanoe.
Menurutnya, saat ini pers nasional menghadapi tantangan serius, terutama dari dominasi media sosial asing seperti Google, TikTok, YouTube, Facebook, dan Instagram.
Ia mengungkapkan ada sekitar 75 hingga 80 persen masyarakat Indonesia lebih memilih mendapatkan informasi dari platform media sosial asing dibandingkan dengan hanya 20 hingga 25 persen yang mengakses portal berita atau jurnalisme yang kredibel.
“Artinya, 75 sampai 80 persen masyarakat kita memperoleh informasi dari media sosial asing. Sedangkan 20 persen yang mengandalkan informasi dari jurnalisme yang benar,” katanya.
Selain itu, ia juga menyoroti sisi komersial yang mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Jika kondisi ini terus berlanjut, media nasional akan semakin kehilangan daya saing dan tidak mampu bertahan dalam lanskap informasi global.
“Media tidak akan kuat kalau komersialnya lemah. Jadi, kalau media nasional mau tetap bertahan dan berperan dalam pemberitaan yang sehat untuk demokrasi nasional, maka harus ada regulasi yang jelas dalam memisahkan media asing dan media nasional,” pesannya.
Hary Tanoe mengusulkan agar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers bersinergi dengan perusahaan media untuk memperkuat ekosistem media. Salah satu langkah konkret, ia tawarkan adalah pembentukan kelompok kerja (pokja) yang bertugas merumuskan kebijakan strategis untuk memperkuat posisi media di tengah gempuran teknologi digital global.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menambahkan disrupsi teknologi, perubahan geopolitik, serta kebijakan penghematan ketat dari pemerintah turut memengaruhi keberlanjutan industri media di Indonesia.
“Perubahan ini mengubah cara publik mengonsumsi media dan berpotensi mengancam eksistensi industri media nasional,”terang Ketua Dewan Pers itu.
Ia menegaskan bahwa insan pers harus terus berinovasi agar tetap relevan dan mampu bertahan dalam industri media yang semakin kompetitif.
“Untuk itu mengajak seluruh pemangku kepentingan bersama-sama mencari solusi guna menjaga keberlangsungan media nasional sebagai pilar demokrasi di Indonesia,”tutupnya.