
Samarinda, infosatu.co – Polemik mengenai kemungkinan keterkaitan antara program vasektomi dan bantuan sosial mendapat sorotan dari DPRD Kalimantan Timur (Kaltim).
Wakil Ketua Komisi IV, Andi Satya Adi Saputra, menegaskan pentingnya menjaga hak dasar warga negara dalam setiap kebijakan publik, termasuk dalam program keluarga berencana.
“Vasektomi itu adalah Kontrasepsi Tetap atau Kontap. Artinya, keputusan untuk melakukannya tidak bisa sembarangan. Harus berdasarkan kesadaran pribadi yang benar-benar mantap dan tidak boleh ada unsur paksaan,” katanya, Kamis, 22 Mei 2025.
Andi menolak tegas jika ada upaya menjadikan prosedur medis permanen seperti vasektomi sebagai syarat untuk memperoleh bantuan sosial.
Menurutnya, bantuan sosial adalah hak konstitusional warga negara, bukan hadiah bersyarat.
“Kalau itu diwajibkan pemerintah sebagai syarat bansos, saya rasa itu sangat tidak tepat. Bantuan sosial adalah hak, bukan hadiah yang diberikan jika seseorang menyerahkan kendali atas tubuhnya,” tegas politisi muda dari Partai Golkar tersebut.
Ia menekankan bahwa vasektomi merupakan tindakan medis yang bersifat irreversible atau tidak dapat dibatalkan.
Karena itu, keputusan untuk melakukannya harus didasarkan pada pemahaman yang matang, bukan tekanan kebutuhan ekonomi.
“Vasektomi itu irreversible. Sekali dilakukan, tidak bisa dibatalkan. Makanya, harus dari orang yang benar-benar paham dan siap. Bukan karena ingin dapat bantuan lalu merasa terpaksa melakukannya,” tambahnya.
Menurut Andi, pendekatan yang mengaitkan program KB dengan bansos berisiko memperkuat stigma negatif terhadap kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Hal ini justru bisa menciptakan diskriminasi terselubung dalam kebijakan publik.
“Saya khawatir ini bisa menimbulkan diskriminasi terselubung terhadap masyarakat menengah ke bawah. Seakan-akan mereka dianggap tidak pantas mendapat bantuan jika tidak ikut dalam program vasektomi. Ini berbahaya,” katanya.
Ia mendorong pemerintah agar fokus pada pendekatan edukatif dan persuasif dalam pelaksanaan program keluarga berencana.
Keberhasilan program tersebut, menurutnya, harus diukur dari kesadaran masyarakat, bukan dari angka semata.
“Saya sangat mendukung program KB. Tapi caranya harus lewat edukasi, bukan pemaksaan. Negara seharusnya hadir dengan membangun kesadaran, bukan dengan membuat aturan yang mengancam hak dasar,” tandasnya.