
Samarinda, infosatu.co – Belakangan, program Gratispol di Kalimantan Timur (Kaltim) dipandang publik memiliki persyaratan rumit dan batasan penerima.
Namun, anggota DPRD Kaltim sekaligus Sekretaris Komisi IV, Darlis Pattalongi, menyatakan sebaliknya bahwa sistem ini dirancang lebih sederhana dibanding beasiswa reguler.
“Kalau saya melihat, tidak ada syarat apa‑apa sebenarnya. Karena yang berhubungan adalah pihak universitas dengan Pemprov. Pemerintah provinsi akan mentransfer dana UKT langsung ke universitas, bukan ke mahasiswa secara perorangan,” ujarnya, Senin, 23 Juni 2025.
Menurut Darlis, skema beasiswa reguler umumnya memerlukan proses administratif yang panjang dan bersifat individual. Sebaliknya, Gratispol dirancang “plug-and-play”, artinya mahasiswa cukup lolos masuk perguruan tinggi dan namanya tercantum, maka UKT dibayarkan langsung oleh daerah.
Terkait batas maksimal UKT Rp 5 juta, Darlis menjelaskan bahwa angka ini dihasilkan dari keterbatasan fiskal dan jadwal penetapan APBD sebelum masa kepemimpinan Gubernur Rudy Mas’ud.
Tahun 2025, dana program diambil dari refocusing beasiswa lama, dialihkan untuk membayar UKT semester awal.
“Tidak ada syarat harus kurang mampu. Kalau pembatasan UKT iya, karena APBD tahun ini sudah diketok sebelum Gubernur Rudy Mas’ud menjabat,” katanya.
“Kalau mau jujur, sebenarnya Gratispol baru bisa berjalan penuh di 2026, karena itu nanti disusun dengan APBD masa kepemimpinan gubernur sekarang,” urai Darlis.
Ia menegaskan bahwa status hukum program saat ini masih berbasis Peraturan Gubernur (Pergub).
Namun DPRD aktif mendorong peningkatan menjadi Peraturan Daerah (Perda) agar memiliki landasan hukum lebih kuat dan keberlanjutan lebih terjamin.
“Tahun depan kita bisa atur lebih rapi dan luas, termasuk limit UKT yang dibayarkan bisa naik. Kami di DPRD siap mendorong agar program ini benar‑benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” jelasnya.
Darlis juga menyoroti tantangan kewenangan dan regulasi vertikal, karena program ini menyasar mahasiswa perguruan tinggi di bawah Kementerian Pusat, sehingga penyaluran dana harus disesuaikan dengan aturan pusat dan Permendagri.
Inilah alasan istilah legal resmi yang digunakan adalah “bantuan pendidikan”, bukan hibah atau Gratispol secara literal.
Dengan kata lain, klaim bahwa program ini syaratnya rumit tidak berdasar. Program ini sejatinya sederhana, transparan, dan dirancang langsung menyasar kebutuhan mahasiswa sepanjang universitas memasukkan data resmi mereka.
“Karena itu, cukup mahasiswa diterima di universitas dan datanya masuk, ya dibayarkan,” pungkasnya.