Samarinda, infosatu.co – Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Kalimantan Timur (PWI Kaltim) Abdurrahman Amin menyatakan sikap terkait isu Kongres Luar Biasa (KLB) yang santer beredar di kalangan anggota organisasi profesi jurnalis tersebut.
Isu KLB merupakan buntut dari kisruh di internal PWI Pusat yang bermula dari permasalahan bantuan anggaran uji kompetensi wartawan (UKW) dari Forum Humas BUMN. Hingga kini, permasalahan tersebut tak kunjung selesai.
Bahkan, belakangan ini permasalahan itu semakin meruncing antara Ketua Umum PWI dan Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat.
Rahman, sapaan Abdurrahman Amin menegaskan bahwa PWI Kaltim masih berpegang teguh pada hasil Kongres di Bandung yang diselenggarakan pada bulan Oktober lalu 2023.
“Yang pertama, kami masih berpedoman pada hasil Kongres di Bandung bulan Oktober kemarin,” ujarnya saat diwawancarai awak media seusai melaksanakan pelantikannya sebagai Ketua PWI Kaltim periode 2024-2029 di Gedung Olah Bebaya Pemprov Kaltim, Jumat (26/7/2024).
Pelantikan tersebut dilakukan oleh Hendry Ch Bangun. Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa Hendry masih menjabat sebagai Ketua PWI Pusat yang juga diakui oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
“Karena sampai hari ini, Kemenkumham masih mengakui bahwa ketua PWI Pusat adalah Hendry. Apabila ada yang menolak, ya kami anggap itu sebagai dinamika di organisasi saja,” tuturnya.
Lebih lanjut, Rahman yang terpilih menjadi ketua Ketua PWI Kaltim pada 27 April ini menekankan, meski ada perbedaan pendapat, PWI Kaltim tetap solid dan fokus menjalankan program-program yang telah disusun.
“Namun intinya, kami di Kalimantan Timur tetap solid dan fokus menjalankan program-program yang telah disusun bersama,” tegasnya.
Saat ditanya apakah PWI Kaltim menolak KLB, Abdurrahman menjawab dengan tegas. “Sebetulnya, KLB itu syaratnya panjang ya. Misalnya, harus diusulkan 2 per 3 dari jumlah pemilik suara atau provinsi. Jadi kalau ada 38 provinsi, minimal kan harus ada 23-26 yang mengusulkan KLB itu,” jelas Rahman.
Selain itu, ia juga menyoroti bahwa KLB bisa diselenggarakan jika ketua berstatus sebagai terdakwa. “Kalau dua hal itu tidak terpenuhi, namun diselenggarakan KLB, berarti ada hal yang dipaksakan. Itu yang tidak kami inginkan,” ujarnya.
Menurut Rahman, KLB merupakan jalur konstitusi organisasi. Namun, jika dilaksanakan, hal ini akan berdampak buruk bagi PWI sebagai organisasi profesi wartawan tertua dan terbesar di Indonesia.
“Jadi, kami menolak KLB. Kami ingin antara pengurus di pusat dengan daerah saling bersinergi,” tegasnya.
Menutup pernyataannya, Rahman mengajak seluruh anggota PWI untuk mengedepankan dialog dan menurunkan ego masing-masing demi kepentingan bersama.
“Ini soal ego, jadi tidak ada masalah yang tidak ada jalan keluarnya. Tinggal kita menurunkan ego masing-masing saja,” tutupnya.