infosatu.co
Kemenham Kaltim

Umi Laili: Penanganan Kekerasan Bukan Hanya Urusan Pemerintah

Teks: Kepala Kantor Wilayah Kementerian HAM (Kanwil Kemenham) Kaltim, Umi Laili.

Samarinda, infosatu.co – Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalimantan Timur (Kaltim) masih berada pada level yang memprihatinkan.

Kendati kerangka hukum telah tersedia, penyelesaiannya belum maksimal jika hanya mengandalkan slogan maupun seremoni semata.

Hal ini diungkapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian HAM (Kanwil Kemenham) Kaltim, Umi Laili, dalam wawancara pada Rabu, 23 April 2025.

“Ini bukan sekadar tugas pemerintah saja. Ini kerja bersama. Media, organisasi masyarakat, hingga individu, harus terlibat aktif. Karena persoalan kekerasan ini tidak akan selesai kalau hanya dibebankan kepada satu pihak,” ujarnya.

Umi menjelaskan bahwa pemerintah memang memiliki kewajiban konstitusional berdasarkan sejumlah undang-undang, seperti UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU Perlindungan Anak, hingga UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Namun dalam pelaksanaannya, penerapan regulasi tersebut sering kali menghadapi kendala.

“Ketika kita masih bicara soal tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, itu tandanya ada PR besar yang belum selesai,” tambahnya.

Ia menegaskan perlunya upaya pencegahan melalui edukasi dan penyebaran informasi hukum.

Menurutnya, sosialisasi mengenai hak-hak perempuan dan anak, serta jalur pengaduan, harus terus digalakkan ke seluruh lapisan masyarakat.

“Karena kalau anak sudah jadi korban di rumah, di sekolah ada bullying, terus di luar juga tidak aman, bagaimana masa depan bangsa ini?” ungkap Umi.

Dalam penyelesaian kasus, Kanwil Kemenham Kaltim lebih mengutamakan pendekatan non-litigasi melalui prinsip keadilan restoratif.

Umi mengatakan pihaknya berupaya mempertemukan korban, pelaku, dan keluarga dalam mencari jalan damai yang manusiawi.

“Kalau semuanya masuk ke jalur hukum dan ke lapas, kita tahu kondisi lapas kita overkapasitas. Maka, restoratif justice ini menjadi alternatif penting, bukan hanya untuk anak tapi juga untuk kasus-kasus kekerasan lainnya,” katanya.

Berbicara tentang penghapusan ketimpangan gender, Umi menjelaskan bahwa Kemenham tengah menjalankan program peningkatan kesadaran HAM bagi satu juta aparat penegak hukum, satu juta ASN, dan 250 ribu masyarakat umum.

“Bahkan aparat negara pun bisa jadi pelanggar HAM. Maka tugas kami adalah mengingatkan dan membekali mereka agar perspektif HAM masuk dalam proses pengambilan keputusan hingga pelayanan publik,” ujarnya.

Ia memberi contoh pentingnya layanan publik yang inklusif terhadap penyandang disabilitas, mulai dari penyediaan guiding block, jalan landai, toilet khusus, hingga prosedur pelayanan yang berbasis hak asasi manusia.

Umi juga menyoroti aturan hukum yang masih belum sensitif terhadap isu gender.

“Misalnya ada aturan melarang perempuan kerja malam. Itu diskriminatif. Padahal ada banyak perempuan yang kerja malam di hotel, restoran, rumah sakit, dan sebagainya. Jangan sampai hukum justru jadi alat pelanggaran HAM,” tegasnya.

Ia menutup pernyataannya dengan harapan bahwa peningkatan kesadaran HAM di semua sektor dapat menurunkan angka pelanggaran dan sekaligus mendorong layanan publik yang lebih adil dan manusiawi.

Related posts

Kemenham Apresiasi Hibah Rp1 Miliar Pemprov Kaltim ke Bawaslu

Adi Rizki Ramadhan

Audiensi dengan Wali Kota, Kemenham Dorong Layanan HAM Lebih Inklusif

Kasyful Anand

Minim Informasi Peluang Kerja, Penyandang Disabilitas di Paser Terabaikan?

Kasyful Anand

Leave a Comment

You cannot copy content of this page