Samarinda, infosatu.co – Dalam rangka memperingati Hari Bumi, Komunitas lingkungan Extinction Rebellion (XR) Bunga Terung Kalimantan Timur (Kaltim) bersama sejumlah mahasiswa dan warga mengadakan aksi damai di kawasan bekas lubang tambang Makroman, Samarinda, Selasa, 22 April 2025.
Aksi tersebut digelar di lokasi eks tambang batu bara yang dibiarkan terbuka dan menimbulkan potensi bahaya, dengan peserta membentangkan spanduk sebagai bentuk protes atas kondisi tersebut.
Windasari, jurukampanye XR Bunga Terung, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk keprihatinan atas lambatnya penanganan terhadap lubang-lubang tambang di Kaltim.
“Kami memilih lokasi itu karena mudah diakses dan menjadi simbol dari kerusakan ekologis akibat industri ekstraktif. Ini cara kami menyuarakan bahwa janji-janji reklamasi itu kebanyakan bohong. Sampai sekarang, ribuan lubang masih dibiarkan terbuka,” ujarnya kepada infosatu.co.
Kegiatan ini melibatkan berbagai unsur, termasuk komunitas mahasiswa pecinta alam seperti Imapa Unmul dan Mapala UMKT, serta partisipasi warga.
Windasari menjelaskan bahwa gerakan mereka terbuka bagi siapa saja yang peduli terhadap isu lingkungan.
XR Bunga Terung, lanjut Windasari, aktif mengangkat isu-isu lingkungan dalam berbagai momentum penting, termasuk Hari Bumi, Hari Air, dan Hari Lingkungan Hidup.
“Kami bukan baru sekarang. Setiap peringatan hari lingkungan, kami selalu turun aksi. Bulan lalu di Hari Air, dan bulan depan juga ada Hari Anti-Tambang dan Hari Lingkungan Hidup,” jelasnya.
Aksi-aksi yang dilakukan umumnya dilakukan secara damai, dengan membentangkan spanduk, mendokumentasikan kondisi lapangan, dan menyuarakan keresahan masyarakat.
Hingga kini, XR Bunga Terung belum menempuh jalur hukum untuk memperjuangkan isu tersebut.
“Tujuan kami agar isu ini terus terangkat, minimal diliput media. Kami belum sampai ke upaya hukum,” katanya.
Ia juga mengenang pengalaman komunitasnya pada tahun 2021, ketika aksi mereka mendapat tanggapan dari perusahaan tambang usai mendorong warga yang terdampak untuk menuntut hak atas lahan pertanian yang rusak.
“Waktu itu tambang berdampak langsung ke pertanian warga. Kami bantu dorong mereka untuk menyuarakan haknya. Perusahaan sempat menanggapi waktu itu,” ungkap Windasari.
Lokasi aksi saat ini juga diketahui berdekatan dengan wilayah penangkaran buaya.
Kondisi ini menambah risiko bagi masyarakat, terutama anak-anak yang kerap bermain di area tersebut.
“Sudah ada korban jiwa di sana. Baru setelah itu dipasang peringatan soal bahaya buaya dan risiko tenggelam,” jelasnya.
Meskipun sering kali suara mereka tidak mendapat tanggapan langsung dari pihak berwenang, Windasari menegaskan bahwa XR Bunga Terung tetap akan melanjutkan perjuangannya.
“Kami percaya sekecil apa pun perlawanan yang kami lakukan, tetaplah perlawanan. Mau didengar atau tidak, kami tetap akan bersuara,” tutupnya.