Sampit, infosatu.co – Pemerintah Indonesia mulai mempersiapkan langkah antisipasi krisis pangan akibat musim kemarau kering seiring munculnya El Nino yang diprediksi pada Juli hingga Oktober 2024.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa pompanisasi sebagai solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Hal ini disampaikannya saat meninjau program pompanisasi di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Rabu (26/6/2024).
“Kita sekarang ini terkena dengan yang namanya gelombang panas atau kekeringan panjang, sehingga semua negara produktivitasnya turun, produksi berasnya turun. Banyak negara yang sebelumnya ekspor beras kini dipakai untuk dirinya sendiri,” katanya dikutip dari kanal Youtube Sekretariat Presiden.
“Nah, kita ini negara ini juga sama. Perkiraan dari BMKG, nanti Juli, Agustus, September, Oktober besar kemungkinan juga akan ada gelombang panas atau kekeringan. Dan itu yang harus diantisipasi melalui pompanisasi,” sambung Jokowi.
Saat ini, pemerintah sudah mendistribusikan 20.000 pompa ke seluruh Indonesia. Pompa sebanyak itu masih akan ditambah menjadi 70.000 unit untuk memperkuat ketersediaan air pada lahan-lahan tadah hujan yang kering akibat gelombang panas dunia.
“Di seluruh Tanah Air akan disiapkan kurang lebih 20.000 hinga 70.000. Pertama 20.000 dulu, kemudian berikutnya akan menuju ke angka 70.000. dengan pompa air yang di bawah dan tidak bisa naik ke atas bisa kita salurkan,” sebut presiden.
Jokowi melanjutkan, pompanisasi yang sudah berjalan ini terbukti mampu meningkatkan Indeks Pertanaman (IP). Jika sebelumnya hanya satu kali tanam, akhirnya menjadi tiga kali dalam setahun.
“Dengan pompa, pertanaman yang sebelumnya satu kali bisa jadi dua atau tiga. Ini kan menaikkan produktivitas para petani dan sangat bagus sekali, selain masalah-masalah yang lain yang berkaitan dengan pupuk juga terus kita pantau agar tepat waktu,” jelasnya.
Sementara itu, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan bahwa pompanisasi di Kabupaten Kotawaringin Timur menjadi langkah antisipatif yang strategis dalam menghadapi tantangan El Nino dan perubahan iklim yang semakin tidak terduga.
“Wilayah ini memiliki potensi luas sawah tadah hujan 7.620 hektare, di mana 30 pompa yang tersedia ini mampu mengairi lahan seluas 435 hektare, dan diharapkan mampu meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) dari 100 ke IP 300 dengan sumber air berasal dari Sungai Peang,” jelasnya.
Amran menilai, dampak pompanisasi terhadap produksi gabah kering giling sangat signifikan. Terutama dalam menghasilkan tambahan sebesar 2.784 ton yang merupakan kenaikan sebesar 9,8 persen dari tahun sebelumnya.
“Setiap pompa memiliki target luas pelayanan yang ambisius, dengan masing-masing pompa 3 inch mampu mengairi 10 hektar per musim tanam. Sementara, pompa 4 inch mampu menggarap 15 hektare, dengan total luas 1.215 hektare untuk tiga musim tanam,” jelas Amran.
El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah hingga timur.
Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah sekitarnya, termasuk di Indonesia.