
Samarinda, infosatu.co – Rencana pengoperasian Sekolah Rakyat di Samarinda dipersoalkan lantaran menurut Anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), Anhar.
Menurutnya, keberadaan Sekolah Rakyat justru mencerminkan fakta adanya masyarakat miskin ekstrem di Kota Samarinda.
Menurut Anhar, program ini digagas pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial RI dan akan berjalan di tahun ajaran 2025/2026 mendatang.
“Kalau memang syarat utama berdirinya Sekolah Rakyat adalah adanya masyarakat miskin ekstrem, maka artinya di Samarinda masih banyak warga yang masuk kategori itu,” katanya.
“Padahal, Wali Kota selalu melaporkan bahwa angka pengangguran dan kemiskinan ekstrem semakin menurun,” tegasnya saat ditemui di DPRD Samarinda, Kamis, 19 Mei 2025.
Anhar menilai istilah “Sekolah Rakyat” menimbulkan ambiguitas, sebab pada prinsipnya semua sekolah dibangun untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
Ia mempertanyakan validitas data dan alasan pemilihan lokasi di Samarinda yang notabene memiliki anggaran daerah yang besar.
“Kalau memang untuk masyarakat miskin ekstrem, lalu kenapa dibangun di Samarinda yang APBD-nya Rp 5 triliun dan berstatus ibu kota provinsi?,” tanyanya.
“Bukankah lebih tepat dibangun di daerah yang secara data memang kekurangan akses pendidikan?” ujar Anhar.
Politikus PDI Perjuangan ini juga menyoroti ketimpangan kualitas antar sekolah di kota ini.
Menurutnya, seharusnya tidak ada dikotomi antara sekolah unggulan dan non-unggulan.
Semua sekolah wajib berstandar tinggi agar tidak ada kesenjangan layanan pendidikan.
“Jadi masyarakat tidak bingung atau berebut mendaftar di sekolah tertentu. Semua sekolah harus unggul,” tambahnya.
Anhar berharap agar pemerintah daerah lebih fokus memperkuat kualitas SDM lokal dan memperluas akses pendidikan di wilayah yang benar-benar membutuhkan.
Setidaknya berdasarkan data valid dan kajian mendalam.
Karena menurutnya, penyediaan akses pendidikan tidak boleh hanya menjadi simbol, tetapi harus nyasar ke anak-anak yang benar‑benar terdampak masalah sosial.
Secara umum, Anhar meminta Pemkot Samarinda dan Kementerian Sosial mengevaluasi ulang sasaran program Sekolah Rakyat.
Caranya dengan memastikan bahwa program berjalan di wilayah yang benar-benar memenuhi kriteria.
Bukan sekadar memenuhi kewajiban administratif atau tampilan formal.
Program Sekolah Rakyat tersebut memang memiliki potensi besar dalam menolong warga miskin ekstrem untuk mendapatkan pendidikan.
Namun tanpa pengawasan ketat dari Pemda dan validasi data, risiko program tidak tepat sasaran tetap ada.
“Kami mendukung upaya pemerataan pendidikan, tapi harus berpijak pada data yang transparan dan akuntabel,” pungkasnya.
“Kalau syaratnya ada masyarakat miskin ekstrem, lalu kenapa dibangun di Samarinda yang APBD-nya Rp5 triliun dan berstatus ibu kota provinsi?” ujar Anhar menutup pertanyaannya.