Samarinda, infosatu.co – Tak ada lagi sekat layanan berdasarkan kelas dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).
Pasalnya, mulai 30 Juni 2025, Kaltim akan resmi menerapkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) di seluruh rumah sakit mitra BPJS Kesehatan.
Seperti diketahui, BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) adalah lembaga yang bertanggung jawab untuk mengelola jaminan sosial, termasuk jaminan kesehatan dan jaminan ketenagakerjaan bagi masyarakat, PNS, dan pekerja swasta di Indonesia
Sistem KRIS ini sendiri akan menggantikan pembagian layanan berdasarkan kelas 1, 2, dan 3 yang selama ini digunakan. Termasuk seluruh rumah sakit mitra BPJS Kesehatan di Kaltim.
Transformasi layanan ini menandai langkah besar dalam menciptakan kesetaraan akses dan kualitas pelayanan kesehatan bagi seluruh peserta JKN, tanpa membedakan latar belakang ekonomi.
Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, Jaya Mualimin, menyatakan bahwa hingga awal Mei ini, dari total 66 rumah sakit di provinsi tersebut, baru 12 rumah sakit yang dalam proses penyesuaian fasilitas menuju standar KRIS.
Pemerintah menargetkan seluruh fasilitas telah memenuhi standar pada batas waktu yang telah ditetapkan, yakni 30 Juni 2025.
“Rencananya mulai 30 Juni 2025 itu sudah tidak ada kelas 1, 2, 3 semuanya. Yang ada adalah kelas standar yang sama di setiap ruangan,” ujar Jaya dalam acara sosialisasi kebijakan KRIS yang digelar di Swiss-Belhotel Borneo Samarinda, Rabu, 7 Mei 2025.
Kebijakan ini sesuai dengan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024.
Dalam aturan itu, rumah sakit yang menjadi mitra BPJS Kesehatan wajib menyamakan standar layanan rawat inap dengan fasilitas yang seragam, agar tak ada lagi ketimpangan layanan yang selama ini dirasakan sebagian peserta.
Menurut Jaya, sistem KRIS akan menyetarakan kualitas layanan dengan kelas 1 dalam sistem lama. Artinya, peserta JKN nantinya akan mendapatkan kualitas rawat inap terbaik tanpa harus membayar lebih atau terikat dalam kelas tertentu.
“Setiap ruangan maksimal 4 bed, pencahayaan 300 lux, tempat tidur tidak boleh nempel tembok, harus ada jarak minimal 50 cm agar nyaman. Termasuk kamar mandi harus di dalam ruangan,” jelas Jaya.
Lebih lanjut, KRIS mengharuskan rumah sakit memenuhi 12 kriteria teknis. Di antaranya ialah bangunan tahan jamur, ventilasi dengan enam kali pergantian udara per jam, pencahayaan minimal 250 lux, dua kotak kontak listrik per tempat tidur, serta suhu ruangan yang dikondisikan antara 20–26 derajat Celsius.
Tak hanya itu, rumah sakit juga wajib menyediakan partisi antar tempat tidur, memastikan jarak antar ranjang 1,5 meter, dan menyediakan kamar mandi di dalam ruangan yang memenuhi standar aksesibilitas.
Jaya menegaskan bahwa rumah sakit yang tidak mampu memenuhi 12 kriteria tersebut tidak akan diizinkan menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Hal ini untuk memastikan bahwa seluruh peserta mendapatkan layanan yang layak dan setara.
“Kalau tidak, BPJS tidak akan mau bekerjasama. Karena itu, rumah sakit harus memastikan semua fasilitas sudah sesuai sebelum 30 Juni nanti,” tegasnya.
Sejumlah rumah sakit besar di Kaltim, seperti RSUD AW Sjahranie Samarinda dan RSUD Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan, telah mulai melakukan pembangunan infrastruktur pendukung sistem KRIS.
Salah satunya ialah pembangunan Gedung Pandurata yang dirancang sebagai pusat layanan rawat inap terpadu sesuai standar baru.
Penerapan sistem KRIS juga menjadi momen penting dalam reformasi pelayanan kesehatan di Indonesia. Selama ini, sistem kelas dianggap menimbulkan kesenjangan dalam layanan, di mana peserta kelas 1 mendapat fasilitas jauh lebih baik dibanding kelas 3.
Dengan sistem KRIS, pemerintah ingin menghapus diskriminasi tersebut dan menghadirkan keadilan layanan bagi semua kalangan.
Di sisi lain, tantangan penerapan sistem ini tidak ringan. Banyak rumah sakit daerah yang masih dalam proses penyesuaian infrastruktur, termasuk soal pembiayaan, sumber daya manusia, dan kesiapan teknis lainnya.
Namun, pemerintah daerah bersama Kementerian Kesehatan menyatakan komitmennya mendukung proses transisi ini.
“KRIS bukan hanya soal fisik ruangan, tapi soal keadilan bagi seluruh peserta JKN. Kami ingin semua warga Kaltim, tanpa kecuali, mendapatkan layanan kesehatan yang setara dan bermartabat,” pungkas Jaya. (ADV/DiskominfoKaltim)
Editor : Nur Alim