Samarinda, infosatu.co – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim Salehuddin menilai persoalan sengketa lahan transmigrasi di kawasan Simpang Pasir Kecamatan Palaran Kota Samarinda telah melalui proses panjang dan menghasilkan putusan hukum yang mengikat.
Namun implementasi putusan tersebut masih menghadapi hambatan teknis dan administratif.
“Sekitar 70 kepala keluarga sudah menerima ganti rugi berupa uang, dan 14 keluarga lainnya juga sudah diselesaikan. Tapi masih ada 118 KK yang haknya belum dipenuhi,” terang Salehuddin.
Putusan pengadilan menyatakan bahwa 118 keluarga tersebut seharusnya mendapatkan penggantian berupa lahan, bukan uang tunai. Namun, karena tanah yang disengketakan sudah dibangun dan menjadi aset pemprov, pemerintah menawarkan lahan pengganti di daerah lain.
Sayangnya usulan tersebut ditolak warga karena lokasi yang ditawarkan jauh dari kawasan asal, seperti di Kutai Timur dan Paser.
“Warga tidak menerima lokasi yang terlalu jauh karena dinilai tidak sesuai kebutuhan. Ini yang menjadi kendala dalam proses negosiasi,” jelas Salehuddin.
Ia menambahkan bahwa DPRD bersama pihak terkait tengah mencari solusi hukum yang tetap berpijak pada aturan, namun juga mengakomodasi kepentingan warga.
Salah satu opsi yang sedang dikaji adalah kemungkinan pemberian kompensasi dalam bentuk uang, dengan catatan sesuai dengan ketentuan tata kelola keuangan daerah.
“Kami tidak ingin penyelesaian ini melanggar aturan. Jadi, setiap langkah harus dikonsultasikan dengan Kejaksaan, Inspektorat, dan Biro Hukum,” tegasnya.
DPRD Kaltim, menurut Salehuddin, siap menjadi jembatan komunikasi antara pemerintah daerah dan masyarakat. Ia berharap kedua belah pihak tetap menjaga dialog agar solusi yang dicapai benar-benar adil dan legal.
“DPRD akan terus memfasilitasi sampai persoalan ini tuntas. Yang penting, semua pihak menghormati hukum dan tetap membuka ruang komunikasi,” pungkasnya.
