infosatu.co
KUKAR

Diterangi PLTS Komunal, Wajah ‘Desa Tanpa Daratan’ Tak Lagi Suram

Teks: Gerbang masuk ke Desa Muara Enggelam, Kecamatan Muara Wis, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim, Membentang Sepanjang 100 meter. Tampilannya Mirip Benteng dan Menjadi Daya Tarik Pengunjung (foto_FB Awwaluddin Jalil)

Tenggarong, infosatu.co – Desa Muara Enggelam, Kecamatan Muara Wis, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur (Kaltim), memiliki karakteristik wilayah yang tergolong unik karena tidak memiliki daratan sama sekali sehingga dijuluki sebagai desa tanpa daratan. Sejauh mata memandang hanya tampak hamparan luas perairan tak bertepi.

Teks: Warga Desa Muara Enggelam Tinggal Dalam Rumah Terapung dengan Fondasinya terbuat dari Bongkahan Batang Pohon Besar. Sehari-hari warga menjalani aktivitas menggunakan perahu ces (foto_Rahmad Taufiq)

Desa dengan luas wilayah 10.584,01 hektare ini hanya bisa dijangkau menggunakan perahu ces (ketinting) atau longboat. Dari Kota Tenggarong, Kukar, perjalanan ditempuh sekitar dua jam lewat jalur darat, lalu berhenti di Dermaga Oloy, Desa Kayu Batu, Kecamatan Muara Muntai.

Sedangkan dari Samarinda, Ibu Kota Kaltim, jarak tempuh ke Tenggarong memakan waktu sekitar 45 menit. Dari Dermaga Oloy, perjalanan dilanjutkan naik perahu ces berkapasitas 5-6 orang.

Perahu melintasi Sungai Mahakam dan menyusuri Danau Melintang. Bunyi mesin motor perahu ces menderu di sepanjang perjalanan, sesekali dijumpai aktivitas nelayan menjala ikan di kawasan Danau Melintang. Sekitar satu jam kemudian perahu sudah tiba di Desa Muara Enggelam.

Deretan pagar kayu ulin membentang sepanjang 100 meter sebagai gapura atau gerbang desa, dengan tinggi 10 meter. Pagar kayu itu dicat warna-warni. Tampilannya menyerupai benteng yang berdiri kokoh di tengah perairan, mirip benteng dalam film Waterworld yang mengisahkan tentang peristiwa mencairnya es kutub hingga menenggelamkan seluruh daratan.

Pagar kayu raksasa di Muara Enggelam ini berfungsi sebagai penangkal badai dan gelombang, sekaligus penahan gulma atau eceng gondok agar tidak masuk ke permukiman warga.

Perahu ces terus menerobos lewat celah di tengah pagar kayu yang terbuka. Ratusan rumah apung berbahan kayu ulin berjejer di kiri-kanan jalur lintasan perahu ces saat memasuki desa yang dihuni 194 KK dengan 711 jiwa itu. Rumah rakit warga agak bergoyang akibat dihempas gelombang air saat perahu ces melintas.

Para perempuan desa sibuk menyiangi ikan di teras rumah rakit mereka. Mereka mengolahnya jadi ikan asin atau salai ikan (ikan asap) yang memiliki nilai jual tinggi.

“Sembilan puluh persen warga kami berprofesi nelayan. Sebagian besar ikan hasil tangkapan nelayan diolah jadi ikan asin,” kata Madi, Kepala Desa Muara Enggelam kepada infosatu.co. Produksi ikan asin dari Muara Enggelam sudah menembus Jakarta dan Bandung.

PLTS Ramah Lingkungan dan Hemat

Sejak 2015 silam, warga Desa Muara Enggelam telah menikmati listrik yang bersumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) komunal. Warga mendapatkan akses listrik 24 jam, dengan kapasitas awal 250 watt per rumah. Sebulan kemudian, daya listrik ditingkatkan menjadi 350 watt.

Sebelumnya, warga hanya menikmati listrik 12 jam, mulai pukul 18.00-06.00 Wita, dengan mengandalkan mesin genset untuk menerangi rumah mereka. Ada 4 genset disiapkan di Muara Enggelam yang disebar di 4 RT. Jika ada satu mesin genset rusak, maka 3 mesin lainnya menopang kebutuhan listrik di wilayah RT yang gelap. Biaya bahan bakarnya ditanggung bersama melalui iuran warga.

“Dulu sebelum ada PLTS, warga urunan beli bahan bakar untuk operasional genset. Satu rumah dikenakan Rp 8.000-Rp 10.000 per malam, mengikuti kenaikan harga BBM,” ujar Madi, Kades Muara Enggelam. Rata-rata pengeluaran warga untuk kebutuhan listrik mencapai Rp300 ribu/bulan.

Kini warga Muara Enggelam menikmati listrik lewat pemanfaatan energi terbarukan, yakni sinar matahari sebagai sumber energi alternatif. Lewat PLTS komunal yang dikelola oleh BUMDes Bersinar Desaku, warga mendapatkan jatah listrik 350 hingga 700 watt per rumah.

“Hanya 30 persen memasang listrik kapasitas 700 watt, tergantung kemampuan ekonomi mereka,” kata Madi. Sedangkan fasilitas umum mendapat jatah listrik 1.000 watt, seperti masjid dan kantor desa.

Saat ini warga dipungut iuran listrik Rp90.000/bulan untuk daya 350 watt dan Rp180.000/bulan untuk 700 watt. Warga berharap kapasitas listrik dapat ditingkatkan lagi, mengingat mereka belum bisa menggunakan kulkas karena daya listrik masih rendah.

“Warga kami masih beli es batu dari luar untuk mengawetkan ikan hasil tangkapan mereka,” ujar Madi.

Pemanfaatan PLTS komunal sendiri sangat cocok untuk kondisi geografis Desa Muara Enggelam yang dikelilingi oleh perairan dan didukung iklim yang cenderung panas. Selain itu penggunaan PLTS memberikan beberapa keuntungan.

PLTS menjadi sumber energi alternatif yang ramah lingkungan karena dapat mengurangi polusi udara akibat ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar fosil, seperti batu bara dan minyak bumi. Sehingga PLTS menghasilkan sumber energi yang bersih dan berkelanjutan. Penggunaan PLTS juga jauh lebih hemat karena tanpa biaya bahan bakar.

Dukungan Pemerintah dan PLN

Pada awal pembangunan PLTS komunal di Desa Muara Enggelam mendapat bantuan pemerintah pusat senilai Rp3,25 miliar dari APBN 2014. Saat itu kapasitas awal PLTS mencapai 30 kWp.

Tahun ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kukar melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kukar menggelontorkan Rp4,8 miliar melalui APBD Perubahan 2024 untuk peningkatan kapasitas listrik di Muara Enggelam.

Kepala DPMD Kukar Arianto mengatakan peningkatan kapasitas listrik ini termasuk dalam target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2022-2026 sebagai upaya mengatasi krisis listrik di Kukar.

“Peningkatan kapasitas PLTS ini masuk Program Terang Kampungku yang digalakkan Pemkab Kukar,” ujar mantan Camat Muara Wis itu.

Dari perencanaan 2021, Arianto menjelaskan ada 17 titik wilayah di Kukar belum teraliri listrik 24 jam, namun pada 2024 hanya sisa 2 desa belum terpenuhi akses listrik, yakni Desa Lamin Pulut dan Lamin Telihan di Kecamatan Kenohan.

Beberapa wilayah terjauh dan terpencil di Kukar, kebutuhan listrik mereka dipenuhi lewat PLTS komunal, seperti Desa Muara Enggelam. Sedangkan kebutuhan listrik 2 desa di Kenohan bakal dipenuhi oleh PLN.

“Mestinya tahun ini listrik sudah terpasang di 2 desa itu, namun ditunda karena kemarin PLN fokus memenuhi kebutuhan listrik di wilayah IKN (Ibu Kota Nusantara),” kata Arianto.

Sementara Wakil Direktur BUMDes Bersinar Desaku selaku pengelola PLTS Komunal, Ramsyah mengatakan bantuan Pemkab Kukar senilai Rp4,8 miliar digunakan untuk peningkatan kapasitas PLTS sebesar 22,3 kWp. Sebelumnya kapasitas PLTS mencapai 42,5 kWp. Peningkatan kapasitas PLTS ini juga mencakup penambahan panel surya 60 lembar, dari sebelumnya 160 lembar.

“Kami berencana bangun rumah panggung lagi 25×25 meter dan mengganti baterai yang ada dengan baterai lithium,” ujar Ramsyah.

Rumah panggung ini menjadi tempat menaruh tambahan panel surya yang ditopang tongkat balok setinggi 6 meter. Posisinya berada di belakang kantor desa. Pihak BUMDes Bersinar Desaku juga telah melakukan peremajaan terhadap semua panel surya yang dipasang sejak awal pembangunan PLTS karena dayanya sudah lemah atau kemampuan menyerap tenaga surya tidak maksimal.

Dari pengelolaan PLTS komunal, BUMDes Bersinar Desaku meraup pemasukan Rp13 juta/bulan yang dihimpun dari iuran listrik warga Rp3.000/hari atau Rp90.000/bulan. “Sampai sekarang kami sudah memiliki 168 pelanggan,” tuturnya.

Saat ini nilai aset PLTS mencapai Rp3,9 miliar. Dari keberhasilan mengelola PLTS komunal selama 9 tahun, BUMDes Bersinar Desaku bisa mengembangkan unit usaha lainnya, seperti sarang burung walet, pasar desa, molding dan TV kabel.

Kesuksesan BUMDes Bersinar Desaku dalam pengelolaan PLTS kerap menjadi ajang studi banding bagi sejumlah instansi, dinas, pejabat daerah hingga pengelola BUMDes di seluruh tanah air.

Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Teks: Ibu ibu Menyiangi Ikan Hasil Tangkapan Nelayan Untuk Diolah Menjadi IkanAsin. Yang Tembus ke Pasaran Jakarta dan Bandung (foto_Rahmad Taufiq)

Kehadiran PLTS komunal mendorong pertumbuhan ekonomi warga di Desa Muara Enggelam. Bahkan, usaha sarang burung walet kian menjamur.

Sebagian besar warga membangun rumah walet untuk usaha sampingan mereka, mengingat mata pencarian utama mereka sebagai nelayan. Kades Muara Enggelam, Madi tak menampik sejak masuk PLTS komunal di Muara Enggelam, banyak warga menggeluti usaha sarang walet. Bahkan kini jumlah rumah walet di Muara Enggelam mencapai 150-an.

Kendati demikian, usaha pengolahan ikan asin tetap berjalan sebagai penopang utama ekonomi warga. Selama ini hasil tangkapan ikan nelayan dijual kepada pengepul, lalu dikirim ke Tenggarong dan Samarinda.

Jenis ikan air tawar yang ditangkap nelayan berupa ikan jelawat, biawan, baung, kendia dan haruan (gabus). “Produksi ikan asin kami sudah menembus Jakarta dan Bandung,” tutur Madi.

Ia berharap peningkatan kapasitas PLTS sebesar 22,3 kWp bisa membantu warga dalam menyalakan kulkas di rumah untuk membuat es batu. Selama ini warga membeli es batu dari luar wilayah Muara Enggelam untuk mengawetkan ikan. “Kulkas belum bisa digunakan karena daya listrik masih rendah,” ucapnya.

Dewin, pengusaha sarang walet di Muara Enggelam, mengaku mulai menggeluti usaha sarang walet sejak 2019. Desa Muara Enggelam memiliki potensi besar dalam pengembangan usaha sarang walet, apalagi setelah kebutuhan listrik warga terpenuhi selama 24 jam lewat PLTS komunal.

“Kami perlu amplifier dan aki untuk memanggil walet. Ampli ini dihubungkan dengan arus listrik,” tuturnya.

Ia menyalakan amplifier mulai pagi hingga pukul 21.00 Wita. Tiap panen, ia bisa menghasilkan 3-4 ons sarang walet. “Sekarang harga sarang walet anjlok. Harga satu kilogramnya Rp6,5 juta, kalau dulu mencapai Rp10 juta,” ujar Dewin.

Di samping menekuni usaha sarang walet, Dewin tak meninggalkan pekerjaan utamanya sebagai nelayan. Dari hasil tangkap ikan, ia meraup penghasilan Rp6-7 juta/bulan.

“Tapi, ini tergantung musimnya, kalau pas sepi ikan hanya dapat Rp 2 juta/bulan, belum dipotong BBM (Bahan Bakar Minyak),” katanya.

Sementara itu dia bisa menghabiskan 4 liter BBM per hari untuk operasional perahu cesnya. Saat ini harga BBM mencapai Rp14 ribu/liter.

Teks: Jembatan Kayu Desa Muara Enggelam Bisa Dibuka dan Di tutup, sebagai Akses Hilir Mudik Warga Menggunakan Perahu Ces. Kalau Air Surut, Jembatan Ditutup (foto_Ahmad Taufiq)

Desa Wisata

Muara Enggelam telah dicanangkan sebagai Desa Wisata sejak 2020 silam. Apalagi desa ini telah ditunjang oleh PLTS komunal untuk menerangi rumah warga selama 24 jam.

“Muara Enggelam diproyeksikan sebagai Desa Wisata unggulan di Kukar,” kata Madi, Kades Muara Enggelam.

Wisatawan yang datang ke Muara Enggelam disuguhkan keunikan rumah terapung, pesona Danau Melintang dan aktivitas rutin warga mengolah ikan asin. Pemandangan ini tidak akan ditemui di tempat lain. Sehingga keberadaan rumah terapung sebagai hunian warga sangat dipelihara untuk daya tarik pariwisata di Muara Enggelam.

Pemerintah desa juga membangun sejumlah homestay terapung bagi pengunjung agar bisa merasakan langsung dan menikmati sensasi tinggal di atas air.

Selain itu, wisatawan bisa menyaksikan secara dekat potensi desa berupa PLTS komunal yang menjadi role model di Indonesia. Kendati wilayahnya terpencil, namun pesona Muara Enggelam mampu memikat wisatawan asing untuk berkunjung.

Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Muara Enggelam, Riduan menuturkan belum lama ini dia menerima tamu asing dari Inggris dan Amerika.

“Turis asing itu tertarik dengan wisata alam di Muara Enggelam,” ujar Riduan.

Tak heran, jika anak usia SD di Muara Enggelam telah dibekali pelatihan bahasa Inggris agar kelak mereka bisa ikut menyambut tamu asing yang datang.

“Kami menyediakan homestay dengan biaya Rp150 ribu per malam, ada kasur dan kipas angin di dalam,” tuturnya. Wisatawan juga bisa menikmati beragam kuliner berupa menu ikan asap atau ikan asin yang khas dari Muara Enggelam.

Selain itu, pemandangan unik bakal dijumpai wisatawan saat mengarungi Danau Melintang. Sebuah pohon Setia Raja berdiri kokoh di tengah danau. Posisi pohon unik itu berada di sebelah kanan sebelum akses masuk ke Desa Muara Enggelam. Pengunjung kerap menjadikan pohon Setia Raja ini sebagai spot foto menarik.

“Selama menginap, wisatawan akan diajak keliling untuk melihat langsung proses pengolahan ikan asin hingga proses penjemuran. Mereka yang hobi memancing akan dibawa ke Danau Melintang,” tuturnya.

Wisatawan bisa membawa pulang oleh-oleh berupa ikan segar, ikan asin atau ikan asap yang menjadi produk unggulan UMKM di Muara Enggelam. Tiap akhir pekan, Muara Enggelam ramai dikunjungi wisatawan dari Tenggarong, Samarinda dan Balikpapan.

Tentang Desa Muara Enggelam

Secara administratif dibentuk sejak 1999 sebagai desa persiapan.
Tahun 2002 ditetapkan sebagai daerah definitif.
Luas Wilayah : 10.584,01 hektare
Jumlah Penduduk : 194 KK atau 711 jiwa
Kepala Desa : Madi (2022-2030)
Prestasi yang diterima :

1. Juara Nasional Festival Gapura Cinta Negeri pada 2019
2. Juara Pertama BUMDes/Kampung Inovasi Terbaik se-Kaltim pada 2019
3. Top 99 Inovasi Pelayanan Publik Terbaik dari Kemenpan-RB pada 2020
4. Juara Ketiga Nasional Lomba Rayakan Kemerdekaan dari Kemenparekraf pada 2020

Related posts

STT Migas Terima Pembelajaran Langsung Industri Hulu Migas di Muara Badak

Adi Rizki Ramadhan

PHSS dan Pemdes Sebuntal Latih Poktan Menuju Swasembada Pangan

Adi Rizki Ramadhan

Gagal Panen Kerang, PHSS Hormati Sikap Pemkab Kukar

Leave a Comment

You cannot copy content of this page