Samarinda, Infosatu.co – Samarinda Cultural Festival (SKF) 2025 resmi digelar sejak 22-27 Juli 2025.
Kegiatan ini sebagai bentuk nyata komitmen Pemerintah Kota melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim).
Khususnya dalam memajukan budaya lokal sekaligus memperkuat ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat.
Acara yang memasuki tahun kedua ini, bertemakan “Peran Kearifan Budaya Lokal dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan Masyarakat”.
Wakil Wali Kota Samarinda, Saefuddin Zuhri menegaskan, kegiatan ini bukan sekadar perayaan budaya, tetapi wadah edukasi dan peningkatan sumber daya manusia berbudaya dan bersaing.
SKF 2025 diharapkan menjadi ajang pelibatan langsung masyarakat di rumah adat, museum dan cagar budaya lainnya.
“Tanpa dukungan seluruh organisasi kebudayaan yang terlibat, mustahil Samarinda bisa memajukan kebudayaan,” katanya.
“Festival ini nanti bisa membawa seni budaya lain bergabung, jadi lebih meriah dan bermanfaat,” ujar Saefuddin.
Hal itu disampaikab dalam sambutannya di Rumah Adat Dayak, Banjar dan Kutai pada Kamis, 24 Juli 2025.
SKF 2025 menampilkan beragam kegiatan, antara lain, pagelaran adat tradisi ritual dari berbagai etnis lokal, pertunjukan budaya dari 10 komunitas seni. Juga ada pameran arsip, lukisan dan buku.
Tak hanya itu, ada juga pameran UMKM yang menyajikan makanan-makanan khas daerah.
Selain pertunjukan dan pameran, SKF 2025 ini juga turut dimeriahkan dengan beragam lomba permainan rakyat seperti menyumpit, egrang dan lainnya yang melibatkan 500 pelajar SMP dan MTS.
Nilai kearifan lokal seperti gotong royong, penggunaan bahan pangan lokal, ritual-ritual adat juga menjadi bagian utama sebagai penekanan pada nilai-nilai luhur yang diwariskan.
Kabar positif juga turut disampaikan. Rencananya, empat warisan budaya tak benda, antara lain Perahu Tambangan, kuliner Amplang, Bubur Pecak, dan Amparan Tatak sedang diusulkan ke tingkat nasional.
Menurutnya, rumah adat bukan sekadar simbol, melainkan ruang hidup bagi aktivitas kesenian tradisional.
“Di rumah adat ini sebuah rumah besar kebudayaan dan identitas kita bersama. Diharapkan tempat ini bisa dipakai kegiatan-kegiatan kesenian tradisional apapun di Kota Samarinda,” tuturnya.
Dengan demografi yang heterogen namun harmonis, festival ini mencerminkan identitas inklusif warga Samarinda dan menguatkan nilai toleransi.
Lebih jauh, SKF 2025 juga dijadikan sebagai momentum membangun masa depan berkelanjutan dengan menanamkan gagasan bahwa tradisi bukan sekadar masa lalu, melainkan kunci untuk pengembangan ekonomi lokal dan ketahanan pangan.
“Nilai tradisi budaya Kaltim saat ini mulai terkikis, inilah yang membuat kegiatan ini mengapresiasi dan menghidupkan kembali kegiatan tradisional agar bisa tumbuh berkembang,” tutur Saefuddin.
Festival ini diharap menjadi pemantik kesadaran kolektif bahwa kekayaan budaya lokal dengan nilai gotong royong, ritual panen, dan kuliner khas dapat dikemas menjadi aset sosial-ekonomi daerah.
Samarinda sebagai rumah bersama untuk seluruh ragam kebudayaan, diharapkan mampu menunjukkan wajah pejabat dan masyarakat yang menghargai identitas lokal sekaligus adaptif terhadap pembangunan modern.
SKF 2025 bukan sekadar festival tahunan, melainkan refleksi visi Samarinda Maju, Kaltim Maju. Mengarusutamakan kearifan budaya lokal sebagai fondasi ketahanan pangan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sebuah tonggak kebudayaan dan pembangunan bersama.