Samarinda, infosatu.co – Wali Kota Samarinda Andi Harun mengukuhkan Forum Partisipasi Publik Kesejahteraan Perempuan dan Anak (Puspa) Bungah Gerecek di Rujab Wali Kota Samarinda Jalan S Parman, Jumat (12/3/2021).

Dengan adanya forum ini, Andi Harun mengungkapkan bahwa pemerintah memang tidak bisa bekerja sendiri untuk melaksanakan semua bidang pembangunan, termasuk di antaranya terkait pemberdayaan perempuan dan anak (PPA).
Forum ini diharapkan bisa memotivasi partisipasi publik untuk lebih perhatian mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi terhadap kegiatan PPA.
“Akhir-akhir ini kita menyaksikan telah berlangsung kekerasan pada perempuan dan anak hampir di semua daerah termasuk Samarinda. Bahkan eksploitasi paling jelas kita lihat ada yang sengaja didesain menjadi anak jalanan (anjal),” ungkapnya.

Menurutnya, ada orang-orang yang sudah terorganisir dan mendesain mereka untuk dimanfaatkan. Sehingga mereka kehilangan kesempatan untuk bersekolah dan meniti masa depan akibat pihak yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan itu.
Pemerintah pun telah berusaha sekuat tenaga untuk mengatasi semua ini, tapi seperti yang disampaikan tadi bahwa pemerintah mengurusi semua bidang. Sehingga ada bidang-bidang yang membuat pemerintah juga butuh partisipasi masyarakat.
“Ayo kita perangi siapa saja yang melakukan kekerasan serta memanfaatkan perempuan dan anak untuk kegiatan yang mengeksploitasi juga merugikan mereka. Kita mulai dari kota kita yaitu Samarinda, agar benar-benar menyatakan berpihak kepada perempuan dan anak,” tegas Andi Harun.

Sementara itu dihubungi via pesan whatsapp oleh infosatu.co, Ketua Forum Puspa Bungah Gerecek Ahmad Syahir yang mengikuti pengukuhan secara virtual mengungkapkan bahwa forum ini baru dibentuk tahun 2020.
“Sebenarnya sebelum di SK kan, kami sudah jalan sejak Februari 2020. Total anggota yang dibina hingga saat ini 30 orang terdiri dari korban rentenir, kekerasan rumah tangga dan lainnya,” jelas Bang Chai sapaan akrabnya.
Ditanya apa yang mendasari forum ini dibuat, ia menjelaskan bahwa sejak tahun 2016 hingga 2020 itu bersifat fluktuatif untuk kasus kekerasan pada perempuan dan anak di Kota Samarinda.
“Dari 1.836 kasus di Kaltim, tertinggi di Samarinda sejumlah 877 kasus. Dalam kasus kekerasan dan rudapaksa ini bagai fenomena gunung es di lautan, hanya tampak puncaknya saja. Sementara banyak yang tidak terlihat, ini dikarenakan kurangnya edukasi ke masyarakat,” paparnya.
Sangat penting membuat laporan jika terjadi hal-hal yang merugikan perempuan dan anak. Namun sayangnya, banyak korban ataupun keluarga yang takut melaporkan karena ancaman ataupun merasa malu.
“Masih adanya anggapan bahwa yang terjadi pada korban kekerasan ataupun rudapaksa adalah sebuah aib, hal inilah yang perlu menjadi wawasan dan edukasi untuk mereka. Saat ini kita fokus kepada anak yang ditelantarkan, homeless (tuna wisma), anak jalanan, anak korban kekerasan, korban rudapaksa di bawah umur dan lainnya,” tutupnya. (editor: irfan)