Penulis : Hartono -Editor : Sukrie
Samarinda, Infosatu.co – Theodurus Tekwan Ajat, 41 tahun, yang merupakan seorang tokoh pemuda sekaligus masyarakat hukum adat Dayak Bahau Busang Umaaq Suling Kampung Long Isun yang berdomisili di Kecamatan Long Pahangai, Kabupaten Mahakam Ulu, Provinsi Kaltim mengalami kriminalisasi dan penahanan selama 107 hari, lantaran di tetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Resort Kutai Barat, pada tanggal 30 Agustus 2014 lalu. Dirinya, Tekwan, dikenakan pasal 368 KUHP subsider Pasal 335 Ayat (1) KUHP atas dugaan kasus pengancaman disertai dengan kekerasan. Dimana hingga hari ini, Jumat (16/08/2019) terhitung 2.015 hari dirinya (Tekwan), masih menyandang status tersangka tanpa ada kepastian hukum.
Didampingi langsung oleh Direktur Eksekutif Walhi Kaltim Yohana Tiko dan Ketua Perkumpulan Nurani Perempuan Samarinda yakni Martha Doq, serta Buyung Marajo perwakilan Pokja 30 dan Jaringan Advokasi lingkungan Hidup, serta Pokja PPS Kaltim. Dirinya (Tekwan) melakukan jumpa pers dengan awak media kota Samarinda di kantor Walhi Kaltim.
Dalam jumpa pers tersebut Tekwan menegaskan pihaknya akan segera mengajukan surat perlindungan hukum dan bantuan akselerasi penyelesaian konflik kepada Presiden RI, Joko Widodo dalam waktu dekat.
Penetapan setatus tersangka dan penahanan itu bukan tanpa sebab. Dijelaskan langsung kepada Infosatu.co beberapa waktu lalu, Putra daerah Long Isung ini (Tekwan), mengaku penahanan yang terjadi kepada dirinya oleh aparat Kepolisian. Bermula, pasca penolakan yang dilakukan sejumlah toko masyarakat Long Isung terhadap aktivitas perusahaan pemilik konsesi hak pengelolaan hutan (HPH), yakni PT.Kemakmuran Berkah Timber (Roda Emas Group) yang telah mencaplok hutan adat mereka, yang hingga kini belum menuai kesepakan dengan pihak perusahaan.
Tekwan menerangkan, “Ada dua point konflik yang dihadapi masyarakat adat Long Isun. Jadi pertama, kami meminta kepada Presiden RI Joko Widodo untuk menghentikan aktifitas perusahaan karena belum ada persetujuan dari masyarakat. Kedua, meminta Bupati Kutai Barat dan Presiden RI untuk menghentikan upaya kriminalisasi yang dilakukan pihak perusahaan kepada sejumlah masyarakat.” Ungkap Tekwan, Jumat (16/08/2019).
Tekwan menilai, adanya indikasi tindakan manipulatif oleh Bupati Kutai Barat, untuk mengecilkan wilayah adat kampung Long Isun melalui penerbitan surat keputusan Bupati Kutai Barat, Nomor 136.146.3/K.917/201, tentang penetapan dan pengesahan batas wilayah kampung di Kecamatan Long Pahangai.
“Tidak hanya saya yang melakukan penolakan selaku putra daerah, terhadap konflik tata batas antara masyarakat kampung Long Isun dan masyarakat kampung Naha Aruq dengan PT.Kemakmuran Berkah Timber (PT.KBT).”imbuhnya.
Direktur Eksekutif Walhi Kaltim Yohana Tiko juga menerangkan, terkait dengan persoalan ini sebenarnya KLHK melalui Direktorat PKTHA, Direktorat Jendral PSKL sebelumnya sudah menjembatani persoalan ini dengan upaya mediasi dan mempertemukan masyarakat adat Long Isun dan Naha Aruq dengan pihak perusahaan dan sisaksikan oleh pihak pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu.
“Sebelumnya sudah ada mediasi mengenai tata batas wilayah ini. Hal ini berdasarkan surat keputusan (SK) Bupati Kutai Barat tentang penetapan dan pengesahan batas wilayah. Namun dari SK tersebut, juga menyatakan hingga kini wilayah konsesi PT.KBT yang masuk wilayah kampung Long Isun masih ditetapkan sebagai status Quo dan akan diproses menjadi hutan adat.” tegas Yohana Tiko.