infosatu.co
DPRD KALTIM

Didik Agung: Konflik Lahan Mandek karena Sentralisasi Perizinan

Teks: Anggota Komisi I DPRD Kaltim, Didik Agung Eko.

Samarinda, infosatu.co – Konflik lahan antara masyarakat dan perusahaan tambang di Kalimantan Timur (Kaltim) semakin sulit diselesaikan secara adil.

Anggota Komisi I DPRD Kaltim, Didik Agung Eko, menyebut bahwa tumpulnya kewenangan daerah dalam menyelesaikan persoalan agraria adalah akibat langsung dari regulasi yang semakin sentralistik.

Pernyataan itu disampaikan Didik dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I DPRD Kaltim yang digelar di Gedung E DPRD pada Senin, 26 Mei 2025.

Forum tersebut membahas konflik antara warga dengan PT Multi Harapan Utama (MHU) di Kukar, yang dituding warga telah menguasai tanah adat tanpa ganti rugi yang layak.

“Dulu kita bisa turun langsung, bahkan melakukan mediasi dan pengawasan di lapangan. Sekarang? Kami hanya bisa memanggil, mendengar, lalu menyampaikan. Eksekusinya nol besar,” keluh Didik.

Menurut politisi PDIP itu, sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, semua proses perizinan usaha termasuk izin lingkungan dan tambang sepenuhnya dikendalikan oleh pemerintah pusat.

DPRD dan pemda tidak lagi memiliki wewenang melakukan evaluasi atau tindakan administratif terhadap perusahaan yang berselisih dengan warga.

Didik menyampaikan bahwa masyarakat yang datang mengadu ke DPRD sering kali memiliki harapan besar terhadap wakil rakyat.

Namun, realitas di lapangan membuat pihaknya serba terbatas.

Hal ini menciptakan persepsi keliru bahwa DPRD tidak peduli atau lemah dalam membela rakyat.

“Padahal masyarakat datang ke kita karena menganggap DPRD ini bisa bantu mereka. Tapi mereka tidak tahu, tangan kita terikat,” ungkapnya.

Ia juga mencatat bahwa setiap tahun selalu ada pengaduan terkait konflik lahan di berbagai wilayah konsesi, mulai dari sektor pertambangan, perkebunan, hingga kehutanan.

Namun setelah sentralisasi perizinan, penyelesaian konflik menjadi semakin panjang dan tidak berpihak pada masyarakat.

Didik mendesak agar pemerintah pusat mengevaluasi ulang model sentralisasi yang diterapkan pasca UU Cipta Kerja.

Ia meminta agar daerah diberikan kembali sebagian kewenangan, khususnya dalam aspek pengawasan dan perlindungan hak-hak masyarakat lokal.

“Kita tidak anti investasi. Tapi investasi jangan sampai menindas hak-hak masyarakat adat dan lokal. Pemerintah daerah harus diberi ruang untuk memastikan itu tidak terjadi,” tegasnya.

Ia pun mengajak kalangan akademisi dan masyarakat sipil untuk bersama-sama menyuarakan pentingnya penguatan peran daerah dalam pengelolaan sumber daya alam.

Tanpa itu, menurutnya, daerah hanya akan menjadi penonton dari tanahnya sendiri yang dieksploitasi.

Related posts

Jahidin: Wartawan Bagian Tak Terpisahkan dari Tugas DPRD Awasi Aset Daerah

adinda

Jahidin: Bongkar Bangunan Liar di Aset Daerah, Nilai Kelalaian Sudah Puluhan Tahun

adinda

Fadly Imawan Minta Pemerintah Beri Afirmasi Pendidikan di Wilayah Tertinggal

adinda

Leave a Comment

You cannot copy content of this page