
Samarinda, Infosatu.co – Sekretaris Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Salehuddin, mengungkap adanya modus pertambangan ilegal yang menyebabkan potensi besar pendapatan daerah hilang.
Hal ini ia sampaikan setelah Rapat Paripurna ke-27 DPRD Kaltim pada Senin, 28 Juli 2025.
Menurutnya, praktik tambang ilegal tidak hanya berdampak pada lingkungan dan sosial, tetapi juga menimbulkan kerugian serius bagi keuangan daerah.
Salah satu yang paling disorot adalah hilangnya potensi Dana Bagi Hasil (DBH) tambang yang seharusnya menjadi pemasukan penting bagi pembangunan daerah.
“Banyak pendapatan yang harusnya masuk secara legal ke daerah melalui Dana Bagi Hasil, hilang akibat aktivitas pertambangan ilegal. Ini jelas merugikan pemerintah daerah dan masyarakat,” tegasnya.
Lebih jauh, ia menjelaskan adanya praktik tambang ilegal yang hasilnya dijual kepada perusahaan pemegang PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara).
Dengan cara itu, batubara hasil tambang ilegal terlihat seolah-olah legal begitu masuk ke rantai distribusi resmi.
“Sekarang saking rapinya, tambang ilegal menjual hasilnya ke perusahaan PKP2B. Jadi ketika barang masuk ke PKP2B, terlihat seolah-olah legal, padahal asalnya ilegal. Praktik ini masih banyak terjadi,” ungkapnya.
Selain menyebabkan kebocoran pendapatan, aktivitas tambang ilegal juga menggunakan infrastruktur publik yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Jalan-jalan yang dibangun pemerintah justru dijadikan akses utama bagi truk pengangkut batubara ilegal.
“Bayangkan, fasilitas yang dibangun dengan uang rakyat justru dipakai untuk memperlancar aktivitas ilegal. Ini tidak hanya salah, tapi juga merusak. Pemerintah mengeluarkan biaya untuk membangun, sementara yang menikmati justru pelaku tambang ilegal,” jelasnya.
Salehuddin menegaskan, kondisi ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.
Ia meminta pemerintah provinsi, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), dan Aparat Penegak Hukum (APH) mengambil tindakan nyata untuk menghentikan praktik curang tersebut.
“Kalau ini tidak segera ditindak, kerugian daerah akan semakin besar. Kita bicara bukan hanya soal lingkungan, tapi juga soal potensi keuangan daerah yang hilang setiap tahun. Padahal dana ini bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan masyarakat Kaltim,” paparnya.
Ia juga menyinggung bahwa lemahnya pengawasan di lapangan membuat pelaku tambang ilegal semakin berani.
Meskipun ada satu-dua kasus yang berhasil ditindak, namun jaringan besar di baliknya masih tetap beroperasi.
“Masalahnya, penindakan yang dilakukan sering kali hanya menyasar oknum kecil. Sementara aktor besar yang mengendalikan bisnis tambang ilegal ini masih bebas. Ini yang membuat praktiknya terus berjalan,” ujarnya.
Salehuddin menambahkan, kerugian akibat tambang ilegal tidak hanya berupa kehilangan pendapatan, tetapi juga biaya tambahan yang harus ditanggung pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur yang rusak.
“Jalan yang dibangun dengan APBD cepat rusak karena dilalui angkutan tambang ilegal yang melebihi tonase. Jadi bukan hanya kita tidak dapat keuntungan, tapi malah harus mengeluarkan biaya tambahan untuk perbaikan,” tegasnya.
Dengan kondisi ini, ia menilai perlu adanya langkah terkoordinasi antara pemerintah provinsi, DPRD, dan aparat hukum untuk menutup celah yang dimanfaatkan pelaku tambang ilegal.
Menurutnya, salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah memperketat regulasi, meningkatkan pengawasan, serta memberikan sanksi tegas bagi perusahaan yang terbukti membeli hasil tambang ilegal.
“Harus ada komitmen bersama. Regulasi sudah jelas, tinggal bagaimana kita menegakkannya. Kalau tidak, praktik-praktik ini akan terus merugikan Kalimantan Timur, baik secara ekonomi maupun lingkungan,” pungkasnya.