Penulis : Erlin – Editor : Sukrie
Samarinda,infosatu.co – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada rapat kerja bersama Komisi IX dan Komisi XI di Ruang Rapat Komisi IX DPR pada Selasa (27/8/2019) mengusulkan penyesuaian iuran BPJS Kesehatan. Besaran kenaikan iuran tersebut mencapai hampir 100 persen.
Artinya, peserta JKN kelas I yang tadinya hanya membayar Rp 80.000 per bulan harus membayar sebesar Rp 160.000. Kemudian untuk peserta JKN kelas II yang tadinya membayar Rp 110.000 dari yang sebelumnya Rp 51.000. Sementara, peserta kelas mandiri III dinaikkan Rp 16.500 dari Rp 25.500 per bulan menjadi Rp42 ribu per peserta.
Diketahui, saat ini BPJS mengalami defisit akibatnya struktur iuran masih underpriced atau di bawah angka hitungan yang sesungguhnya untuk mengcover biaya kesehatan.
Banyak peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yaitu orang yang membayar mandiri atau dari sektor informal yang baru mendaftar pada saat sakit (kondisi adverse selection) dan setelah mendapat layanan kesehatan berhenti membayar iuran.
Selain itu,masih tingginya angka tunggakan peserta PBPU, yang mencapai sekitar 39%, dan ini untuk Wilayah Kerja KC Samarinda yang meliputi Samarinda, Kukar, Kubar, Kutim, Bontang dan Mahulu, sementara tingkat utilisasi (penggunaan asuransi) sangat tinggi.
Dan beban pembiayaan katastropik yang sangat besar yaitu lebih dari 20% dari total biaya manfaat.
Kenaikan iuran BPJS ini digadang – gadang akan di mulai pada 1 Januari 2020 mendatang. Namun pihak BPJS Kesehatan KC Samarinda belum bisa memberikan informasi kejelasan terkait usulan kenaikan tersebut, dengan alasan masih menunggu keputusan Perpres. Isu ini sontak membuat sebagian masyarakat apa lagi pengguna BPJS mandiri aktif merasa keberatan.
Ditemui Infosatu, hari ini Jum’at (30/8/2019) di kantor BPJS Samarinda Jl. Wahab Syahrani, Haris Fadillah Kabid SDM Umum dan Komunikasi Publik,mengatakan bahwa pihaknya tinggal menunggu keputusan Perpres.
“Itu sebenarnya masih usulan, kami disini tinggal menunggu keputusan Perpresnya, untuk itu masyarakat tidak perlu panik,” kata Haris
Sembari menunggu bagaimana Peraturan Pemerintah ini ditandatangani Presiden Jokowi. BPJS Samarinda sudah menyiapkan kemungkinan apapun yang akan terjadi ketika keputusan Perpres tersebut mendapat pro krontra dari masyarakat Samarinda pada umumnya.
Haris mengakui Kemungkinan dampak yang akan diperoleh oleh BPJS ketika Perpres mengenai kenaikan iuran tersebut disetujui oleh presiden ialah makin besarnya jumlah tunggakan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau BPJS Mandiri.
“Memang dampaknya pasti jatuhnya ke kekurangan aktifan peserta PBPU itu, kalau mereka memilih seperti itu kan kasihan mereka juga. Karena apabila menunggak iuran maka secara otomatis kartu tidak dapat digunakan, bayar rumah sakit itu terbilang mahal, maaf ini sebagai contoh saja seperti penyakit, jantung, cuci darah, dan lainnya,” tutur Haris
Sementara Wahyu salah satu peserta BPJS mandiri,meyebutkan bahwa usulan kenaikan tersebut merupakan tindakan yang normal, dia mengakui kenaikan tersebut dianggap tidak terlalu berdampak besar bagi dirinya dan keluarga, apa lagi melihat riwayat penyakit yang pernah dia derita, dan BPJS sangat membantu .
“Saya pernah periksa, ada penyakit yang bisa dibilang cukup ngeri lah. Waktu itu bayar normal belum menjadi peserta BPJS, sekarang sudah satu tahun jadi peserta BPJS, kalau memang mau naik dengan harga segitu, saya yang di kelas 1 tidak merasa keberatan, dari pada bayar ratusan juta, duit dari mana kalau bukan BPJS yang bayarkan,” bebernya
Kami ini hanya petugas, yang kasihan masyarakat itu sendiri. Karena gak dapat asuransi kesehatan, bayar rumah sakit itu terbilang mahal, maaf ini sebagai contoh saja seperti penyakit, jantung, cuci darah, dan lainnya,” tutur Haris