Pendidikan gratis telah lama menjadi impian banyak keluarga di Indonesia. Pemerintah telah mengupayakan kebijakan ini, terutama untuk jenjang SD dan SMP. Namun, implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan.
Menurut laporan dari Pikiran Rakyat, meskipun ada kebijakan sekolah gratis, banyak orang tua siswa tetap menanggung biaya tambahan seperti ujian, seragam, dan kegiatan ekstrakurikuler. Selain itu, kualitas pendidikan yang tidak merata antara daerah perkotaan dan pedesaan menjadi hambatan besar dalam mewujudkan pendidikan gratis yang efektif.
Di jenjang SMA, tantangan semakin kompleks. Banyak sekolah negeri yang masih membebankan biaya SPP kepada siswa. Meskipun ada upaya dari pemerintah daerah untuk menggratiskan SPP, seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, namun kebijakan ini belum merata di seluruh Indonesia.
Makan Bergizi Gratis: Solusi Gizi dan Pendidikan?
Program MBG yang diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto bertujuan untuk mengatasi masalah gizi buruk dan stunting di Indonesia. Program ini telah menjangkau 38 provinsi dan menargetkan 82,9 juta penerima manfaat pada kuartal IV-2025.
Menurut laporan dari AP News, program ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kesehatan anak-anak, tetapi juga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui pembelian bahan makanan dari petani lokal. Namun, program ini juga menghadapi tantangan, seperti kasus keracunan makanan di beberapa sekolah yang menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan dan kualitas makanan yang disediakan.
Dr. Najeela Shihab, pendiri Sekolah Cikal, menyatakan bahwa pendidikan dan gizi tidak bisa dipisahkan.
“Anak yang lapar tidak bisa belajar dengan baik. Namun, pendidikan yang berkualitas juga penting untuk masa depan mereka,” ujarnya.
Amich Alhumami dari Bappenas menegaskan, “Program ini harus menyasar usia sekolah yang tepat agar bisa berjalan dengan baik.”
Efektivitas Berdasarkan Jenjang
Di tingkat SD, MBG jelas memberikan dampak paling langsung. Anak-anak kecil membutuhkan asupan nutrisi yang optimal untuk pertumbuhan otak dan tubuh mereka. Pendidikan gratis sudah berjalan, namun banyak anak yang tidak bisa fokus karena belajar dalam keadaan lapar.
Menurut UNICEF, gizi buruk di usia dini berdampak permanen terhadap perkembangan otak anak. Maka dari itu, program makan bergizi gratis lebih berdampak langsung di jenjang ini.
Di tingkat SMP, keseimbangan antara pendidikan gratis dan MBG mutlak diperlukan. Biaya sekolah yang meningkat dan kebutuhan gizi remaja yang tinggi menjadikan kedua program ini saling melengkapi. Sekolah gratis tidak cukup jika anak-anak masih datang dalam kondisi anemia.
Studi dari Kemendikbudristek menunjukkan bahwa siswa SMP dengan asupan gizi baik memiliki performa akademik 15 persen lebih tinggi dibanding yang tidak.
Di tingkat SMA, pendidikan gratis menjadi lebih penting. Banyak siswa berhenti sekolah karena biaya SPP atau tidak sanggup membeli buku.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 mencatat bahwa sekitar 9,6% anak usia 16-18 tahun tidak melanjutkan pendidikan SMA, sebagian besar karena alasan biaya.
Pada tahap ini, makan gratis tetap relevan, tetapi bukan lagi faktor utama dalam keberhasilan akademik. Dukungan untuk pendidikan tinggi dan kompetensi menjadi lebih krusial.
Studi dari World Bank menyebutkan bahwa penghapusan biaya SMA di Kenya meningkatkan partisipasi pendidikan 12% dalam setahun. Ini menegaskan bahwa pendidikan gratis di level atas lebih signifikan dampaknya terhadap keterjangkauan pendidikan.
“Pendidikan gratis di jenjang SMA adalah investasi jangka panjang untuk negara,” tegas Prof. Fasli Jalal, pakar pendidikan Indonesia.
Realita Program MBG di Lapangan
Sayangnya, idealisme program makan bergizi belum sepenuhnya berbanding lurus dengan realita di lapangan. Pada Januari 2025, sebanyak 40 siswa SDN Dukuh 03 Sukoharjo dilaporkan mengalami keracunan usai menyantap makanan MBG. Insiden serupa terjadi di Nunukan dan yang terbaru di Bandung, di mana 342 siswa SMP Negeri 35 mengalami gejala keracunan.
Menurut Diah Saminarsih dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), “Kalau urusannya untuk keamanan pangan, apalagi ini MBG dari pemerintah, satu kasus saja tidak bisa dikompromikan.”
Artinya, meskipun niatnya baik, eksekusi yang ceroboh bisa membahayakan masa depan anak-anak itu sendiri.
Pendidikan gratis dan makan bergizi gratis keduanya penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Pendidikan gratis dan makan bergizi bukan dua kutub yang harus dipilih salah satunya. Keduanya penting, tetapi butuh pendekatan berbeda untuk setiap jenjang. SD butuh gizi untuk tumbuh kembang. SMP perlu keseimbangan. SMA butuh biaya terjangkau agar generasi muda bisa menapak masa depan.
Oleh karena itu, pemerintah perlu menyeimbangkan kedua program ini dengan memastikan implementasi yang efektif, pengawasan yang ketat, dan koordinasi antar lembaga yang baik. Hanya dengan begitu, tujuan untuk menciptakan generasi Indonesia yang sehat dan cerdas dapat tercapai.
Selamat Hari Pendidikan Nasional 2025. Hari ini bukan sekadar seremoni, tetapi panggilan hati untuk memperjuangkan keadilan. Mari kita pastikan setiap anak, dari desa terpencil hingga kota besar, tidak hanya duduk di bangku sekolah, tetapi juga menikmati makanan yang layak dan pendidikan yang bermakna.
Sebagaimana pesan Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara, “Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah. ”Maka, tugas mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tanggung jawab bersama, negara, masyarakat, keluarga.
Mari kita lanjutkan perjuangan beliau dengan tidak membiarkan satu anak pun belajar dalam keadaan lapar atau terhenti sekolah karena tak mampu bayar. Karena masa depan Indonesia tidak hanya dibangun dari ruang kelas, tetapi juga dari keberanian memberi kesempatan yang setara bagi semua.