infosatu.co
DPRD KALTIM

Darlis Desak RS Haji Darjad Terapkan Manajemen Terbuka

Teks: Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi

Samarinda, infosatu.co – Sekretaris Komisi IV, Darlis Pattalongi, terus menyoroti polemik ketenagakerjaan yang mencuat di RS Haji Darjad (RSHD) Samarinda.

Politisi Fraksi PAN-Nasdem itu menegaskan bahwa akar utama permasalahan yang selama ini dikeluhkan para karyawan bukan hanya keterlambatan gaji atau pemutusan hubungan kerja (PHK), melainkan persoalan manajemen yang tertutup dan tidak transparan.

“Persoalan mendasarnya itu ada di sistem manajemen yang tertutup. Tidak ada open management. Karyawan tidak tahu kontraknya seperti apa, tidak tahu jam kerja yang jelas, kapan harus istirahat, dan apa saja tugas yang menjadi tanggung jawab mereka,”ujarnya di Hotel Mercure, Rabu 30 April 2025.

“Ini yang kemudian menimbulkan keresahan dan konflik yang berlarut-larut,” sambungnya.

Ia menjelaskan, ketiadaan informasi yang layak diberikan kepada para pekerja adalah bentuk pengabaian terhadap prinsip dasar tata kelola kelembagaan yang sehat.

Untuk itu, Darlis meminta pihak rumah sakit segera melakukan perombakan dalam sistem pengelolaan internal dan menerapkan prinsip keterbukaan agar hubungan antara manajemen dan karyawan menjadi lebih sehat dan akuntabel.

Darlis menegaskan ada empat hal yang menjadi poin tuntutan dari DPRD.

Pertama, rumah sakit wajib menyelesaikan semua kewajiban pembayaran gaji karyawan yang tertunda.

Kedua, seluruh hak karyawan yang telah diberhentikan atau mengundurkan diri juga harus dipenuhi sepenuhnya, tanpa pengurangan.

Ketiga, manajemen RS Haji Darjad diminta untuk segera menerapkan sistem open management.
Transparansi dalam informasi kerja, status kontrak, jam kerja, hak dan kewajiban harus diberikan secara jelas kepada setiap pegawai.

“Selama ini karyawan tidak tahu posisi kontraknya. Jam kerja juga tidak jelas. Tugas yang harus dijalankan pun tidak diinformasikan secara baik. Ini bukan hal sepele. Ini adalah akar dari krisis internal rumah sakit ini,” ujar Darlis.

Keempat, RS Haji Darjad diminta untuk membayar gaji karyawan sesuai standar Upah Minimum Kota (UMK) Samarinda.

Ia menyoroti bahwa rata-rata gaji pokok karyawan masih di kisaran Rp3 juta, padahal UMK Samarinda saat ini berada di atas Rp3,7 juta.

“Itu pendapatan tetapnya. Belum termasuk honor atau lembur, harus sesuai formulasi UMK, itu kan gaji pokok dan tunjangan jabatan, bukan insentif atau uang lembur. Memang ada yang totalnya sampai Rp3,8 juta, tapi itu karena tambahan dari lembur dan honor. bukan standar UMK,” tegasnya.

Darlis juga menampik anggapan bahwa RS Haji Darjad kekurangan dana untuk memenuhi kewajiban kepada karyawan. Ia justru menilai rumah sakit tersebut memiliki pemasukan yang cukup signifikan.

“Secara operasional, rumah sakit ini tidak pernah kosong. Pelayanan jalan terus, pasien banyak. Ini bukan soal keuangan. Ini soal buruknya tata kelola internal. Manajemennya perlu pembenahan serius,” ujarnya.

Komisi IV DPRD Kaltim pun akan terus mengawal penyelesaian masalah ini, karena persoalan keterlambatan gaji bukan sekadar masalah administratif, melainkan dapat berdampak hukum.

“Dalam undang-undang ketenagakerjaan disebutkan bahwa jika sebuah perusahaan menunda pembayaran gaji selama 4 hingga 8 hari, maka perusahaan wajib membayar denda sebesar 2,5% dari gaji pokok. Jika tidak dipenuhi, bisa dijerat pidana. Jadi ini bukan hal sepele,” kata Darlis.

Karena itu, ia meminta Disnaker Provinsi Kaltim ikut turun tangan secara aktif dalam proses pengawasan, meskipun secara fungsi, kewenangan berada di bawah Disnaker Kota Samarinda.

“Kami minta Disnaker provinsi juga mengawal. Karena persoalan ini sudah sampai ke level provinsi. Kesepakatan yang sudah dibangun harus dijalankan, dan kami akan pastikan itu diawasi,” tegasnya.

Darlis juga menyayangkan ketidakhadiran unsur pimpinan manajemen RSHD dalam rapat tersebut.

Ia menekankan, tidak ada alasan yang bisa diterima atas ketidakhadiran tersebut, mengingat jeda antara surat undangan dengan jadwal RDP mencapai 14 hari.

“Menurut saya, waktu 14 hari itu cukup untuk mempersiapkan diri. Tapi yang hadir justru hanya Legal Officer. Ini bukan lembaga peradilan. Kami tidak butuh pembela hukum. Kami butuh keputusan dan solusi dari manajemen. Maka saya minta Legal Officer-nya keluar dari ruang sidang,” tegasnya.

Darlis juga mengingatkan agar pihak rumah sakit tidak melakukan intimidasi terhadap karyawan yang menyampaikan keluhan ke DPRD.

Ia menyesalkan adanya laporan bahwa saat rapat pertama berlangsung, sejumlah karyawan justru mendapat Surat Peringatan (SP2) dari pihak rumah sakit.

“Itu hak karyawan untuk menyampaikan keluhannya. Dan DPRD adalah saluran yang sah secara hukum. Jangan dibungkam. Justru kalau dibiarkan tanpa saluran resmi, mereka bisa menyampaikan dengan cara yang tidak terkendali. DPRD itu lembaga resmi. Jadi tidak boleh ada tindakan intimidasi terhadap mereka yang melapor,” kata Darlis.

Ia juga mengingatkan bahwa RS Haji Darjad membawa nama besar tokoh yang dihormati di Kalimantan Timur. Maka dari itu, konflik internal seperti ini seharusnya tidak dibiarkan terus merusak reputasi yang telah dibangun selama ini.

“Ini bukan sekadar institusi kesehatan. Ini rumah sakit yang membawa nama besar dan kepercayaan masyarakat. Jangan sampai 38 karyawan yang bersuara justru menjadi titik keruntuhan nama besar itu. Ini bisa diselesaikan jika manajemen terbuka dan mau berbenah,” pungkasnya.

Related posts

Gubernur-Wagub Absen di 2 Paripurna, Samsun: Minim Representasi Eksekutif

Adi Rizki Ramadhan

Tambang Ilegal Picu Kerusakan Jembatan, DPRD Kaltim: Sektor SDA Perlu Ditata Sistemik

Adi Rizki Ramadhan

Salehuddin Usul Pusat Kuliner di Jalur Jongkang-Loa Lepu untuk Dongkrak UMKM Lokal

Adi Rizki Ramadhan

Leave a Comment

You cannot copy content of this page