infosatu.co
HUKUM

Kejagung Hentikan Tiga Perkara di Sulsel dengan Keadilan Restoratif

Makassar, Infosatu.co – Kejaksaan Agung Republik Indonesia menghentikan penuntutan tiga perkara tindak pidana di lingkup Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) melalui restorative justice (keadilan restoratif) pada Selasa, (26/7/2022).

Dalam ekspose yang dilakukan secara virtual tersebut, Jampidum Dr Fadil Zumhana menjelaskan penghentian penuntutan tiga tindak pidana itu dengan beberapa alasan.

“Menyetujui dua permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yaitu dua perkara dari Kejari Bone dan satu perkara dari Kejari Takalar,” ujar Jampidum Fadli.

Ekspose juga dihadiri Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel R Febrytrianto, Kepala Kejaksaan Negeri Bone, dan Kepala Kejaksaan Negeri Takalar.

Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Sulsel, Soetarmi menjelaskan bahwa ketiga perkara yang dihentikan penuntutannya secara keadilan restoratif yakni dari Kejari Bone, dimana terdakwa merupakan mahasiswa bernama Irsan Yunus alias Iccang bin Yunus yang diancam dengan Pasal  351 ayat (1) KUHP.

Kasus kedua dijelaskan Soetarmi, merupakan perkara dari Kejati Bone yang diancam dengan Pasal 351 ayat (1) KUHP, terdakwa juga merupakan mahasiswa bernama Darmawan Alias Mawang Bin Rahman.

“Perkara terakhir yang dihentikan penuntutannya berasal dari Kejari Takalar,” kata Soetarmi.

Lebih jauh dijelaskan, terdakwa merupakan seorang guru bernama Artiwan Bangsawan. Terdakwa diancam Pasal 80 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2014, tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang selanjutnya UU tersebut mengalami perubahan dan penambahan sesuai UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Alasan penghentian penuntutan ketiga terdakwa berdasarkan keadilan restoratif menurut Soetarmi, karena para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana belum pernah dihukum, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan maaf serta tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.

“Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar,” urainya.

“Selain itu, pertimbangan sosiologis, masyarakat merespon positif,” ucap Soetarmi yang selalu ramah kepada para wartawan.

Related posts

Jaksa Agung Lantik Dr. Supardi Kajati Kaltim, Tegaskan Penguatan Kinerja dan Integritas

Emmy Haryanti

Kuasa Hukum AG: FA Sudah Pakai Narkotika Sebelum ke Hotel

Martin

Dugaan Pembunuhan ABG, Anak Bos Prodia Bantah Terlibat

Martin

Leave a Comment

You cannot copy content of this page