infosatu.co
DPRD Samarinda

Warga Samarinda Resah Pascapenembakan di Depan THM

Teks:: Samri Shaputra

Samarinda – Ketua Komisi I DPRD Samarinda Samri Shaputra ikut buka suara tentang kasus penembakan yang mengakibatkan warga berinisial D meregang nyawa di depan tempat hiburan malam (THM) wilayah kota tersebut pada Minggu malam, 4 Mei 2025.

Menurutnya, pascainsiden tersebut suasana di Kota Samarinda diliputi suasana mencekam. Sebagian warga merasa was-was untuk beraktivitas di luar rumah. Mereka khawatir insiden penembakan yang berujung kematian kembali terjadi.

“Kita semua jadi ketakutan. Penembakan di ruang publik seperti ini sangat mengganggu rasa aman warga,“ katanya saat ditemui usai rapat internal di Kantor DPRD Samarinda, Rabu, 7 Mei 2025.

“Kita harus punya regulasi dan sistem pengawasan yang lebih kuat terhadap peredaran senjata, baik legal maupun ilegal,” lanjutnya.

Samri juga mengkritik potensi kelonggaran dalam sistem perizinan senjata api bagi kalangan sipil. Meski dalam kasus ini pelaku menggunakan senjata rakitan, ia menilai perdebatan soal kepemilikan senjata secara umum tetap relevan dan mendesak untuk dikaji ulang.

“Kalau di militer saja ada syarat yang ketat untuk bisa pegang senjata, masa di sipil bisa lebih longgar? Saya kira ini harus ditinjau ulang. Bahkan kalau perlu, tidak usah ada izin kepemilikan senjata bagi warga sipil,” tegasnya.

Lebih lanjut, Samri menilai bahwa kepemilikan senjata di luar institusi negara bisa membuka peluang penyalahgunaan. Sebab, dengan membawa senjata api, seseorang bisa lebih mudah tersulut emosinya hingga akhirnya potensi melakukan tindakan brutal semakin tinggi.

“Orang yang punya senjata kadang merasa bisa melindungi diri, lalu jadi gampang emosi dan bisa langsung menembak. Itu yang bahaya,” ujar politikus yang juga pernah aktif dalam kegiatan perlindungan masyarakat itu.

Untuk itu, ia mendorong adanya evaluasi terhadap mekanisme distribusi senjata legal serta penindakan tegas terhadap produsen dan pengguna senjata rakitan.

Ia juga menekankan perlunya tes psikologis ketat bagi siapa pun yang hendak mengakses senjata legal di bawah kontrol negara.

“Harus ada tes psikologi dan latar belakang. Kalau untuk sipil, sebaiknya memang tidak usah. Untuk aparat keamanan saja cukup, itu pun dengan pengawasan,” pungkasnya.

Dalam kasus ini, pihak kepolisian telah membekuk sembilan tersangka penembakan yang seorang korban tewas. Proses rekonstruksi juga telah dilakukan di lokasi kejadian pada Rabu sore, 7 Mei 2025.

Sejumlah barang bukti turut diamankan, termasuk peluru yang tertanam dalam tubuh korban dan kendaraan yang digunakan pelaku. Motif penembakan masih didalami oleh penyidik.

Sebagai catatan, peredaran senjata api rakitan di Indonesia termasuk dalam pelanggaran berat berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Ancaman hukuman bagi pembuat maupun pengguna bisa mencapai 20 tahun penjara atau hukuman mati, tergantung dampak dari penggunaan senjata tersebut.

Pemerintah daerah bersama aparat penegak hukum diharapkan segera memperkuat koordinasi untuk menekan peredaran senjata ilegal serta mengedukasi masyarakat soal risiko dan bahaya kepemilikan senjata api tanpa izin.

Related posts

Permintaan Depo Arsip hingga Perda Literasi, Dispusip Samarinda Dapat Lampu Hijau DPRD

Adi Rizki Ramadhan

Iswandi: Pentingnya Transparansi Proyek Multiyears, Kritik Fraksi Bukan untuk Konfrontasi

Emmy Haryanti

Samri Shaputra: Toleransi Harus Berangkat dari Rasa Saling Nyaman

Emmy Haryanti

Leave a Comment

You cannot copy content of this page