Samarinda, infosatu.co – Pemerintah Kota Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) bakal mengevaluasi jam belajar bagi siswa. Tujuannya, menciptakan keseimbangan waktu belajar, bermain, dan interaksi keluarga.
Wacana itu bakal dibahas lebih lanjut setelah pelantikan Andi Harun sebagai Wali Kota Samarinda periode kedua. Ia menyoroti dampak negatif dari sistem pendidikan yang dianggap terlalu menyita waktu anak-anak.
“Anak-anak kita kehilangan waktu berharga. Mereka berangkat pagi, pulang sore, dan masih harus mengerjakan PR (pekerjaan rumah) yang kadang hanya formalitas. Hal ini mengurangi waktu interaksi mereka dengan keluarga,“ kata Andi Harun saat diwawancarai usai acara Apresiasi Pilar Sosial Inspiratif di Aula Dispora Kaltim, Senin (23/12/2024).
Ia mengusulkan agar jam sekolah dipangkas hingga pukul 13.00 atau 14.00 Wita. Menurutnya, perubahan ini dapat memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk bermain, belajar agama, atau bersosialisasi dengan teman-temannya.
“Tuhan tidak pernah memutuskan kita untuk merampas hak anak-anak, termasuk waktu bermain mereka,” tambahnya.
Selain itu, ia juga menyinggung pengaruh teknologi dan game pada kehidupan anak-anak. Menurut Andi Harun, game tidak hanya menciptakan ambisi untuk terus naik level, tetapi juga berpotensi menimbulkan dampak psikologis yang negatif.
“Anak-anak sekarang hanya bermain lewat gadget, tanpa interaksi sosial yang sehat,” katanya.
Indonesia yang dikenal dengan karakter budaya yang kuat, menurut Andi Harun, perlu menjaga ikatan sosial dan budaya di tengah upaya peningkatan daya saing. Ia menegaskan bahwa permainan tradisional yang melibatkan interaksi sosial harus dihidupkan kembali.
Lebih lanjut, ia menyebutkan pentingnya evaluasi program sekolah untuk menilai manfaat dan dampaknya.
“Ini baru tahap awal. Kami akan meminta pendapat para ahli dan pihak terkait untuk memastikan apakah ide-ide ini tepat atau perlu koreksi,” jelasnya.
Meski masih berupa hipotesis, perhatian khusus diberikan pada anak-anak yang kehilangan waktu bermain akibat padatnya kegiatan belajar. “Jika terbukti benar, kita harus berbesar hati untuk melakukan koreksi,” tutupnya.