Samarinda, infosatu.co – Gelaran Uji Kompetensi Wartawan (UKW) XX yang diinisiasi oleh panitia pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Kutai Kartanegara (Kukar) bekerja sama dengan PWI Kaltim, PWI Pusat dan Dewan Pers, Sabtu (20/3/2021) – Minggu (21/3/2021) baru saja berlalu namun masih ada cerita di balik kegiatan agenda utama tahunan yang menjadi rutinitas dalam mengembangkan skill (keahlian) jurnalis oleh organisasi kewartawanan terbesar dan tertua di Tanah Air tersebut.
Penulis berkesempatan mengikuti UKW XX PWI di jenjang utama di tahun 2021 ini. Sebelumnya di 2012 telah berkompeten di UKW jenjang muda dari Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) dengan 10 mata uji mulai dari memahami dan melaksanakan kode etik jurnalistik (KEJ) dan hukum/undang-undang terkait pers, merencanakan liputan, rapat redaksi, mencari bahan liputan acara terjadwal, wawancara cegat, membangun jejaring, menulis berita, menyunting berita sendiri, wawancara tatap muka, dan menyiapkan isi rubrikasi. Selanjutnya di 2013 di UKW jenjang madya gelaran Dewan Pers dan Pemprov Kaltim juga dengan 10 mata uji yakni memahami dan melaksanakan KEJ dan hukum/undang-undang terkait pers, koordinasi liputan atau rapat dengan wartawan muda, rapat redaksi dengan wartawan utama, menulis berita/feature, membangun jejaring, menyunting sejumlah berita, merencanakan liputan investigasi, analisis bahan liputan acara terjadwal, merancang isi rubrik, dan rapat evaluasi hasil liputan bersama wartawan utama.
Tahun ini, regulasi dari Dewan Pusat sangat ketat mengharuskan wartawan mengikuti UKW secara berjenjang. Berbeda di tahun 2012 silam, wartawan yang siap mental bisa langsung diuji di kelas UKW jenjang utama dan tidak perlu ikut lagi di jenjang muda maupun madya. Hal ini berdasarkan keputusan Dewan pers sampai dengan Desember 2018, peserta dapat mengikuti ujian sesuai dengan jabatan strukturalnya di media. Tapi mulai 2 Januari 2019, UKW melalui tingkatan muda. Keputusan ini berdasarkan pada Peraturan Dewan Pers Nomor 4/XII/2017 atas perubahan pada peraturan sebelumnya Nomor 1/II/2010 tentang Standar Kompetensi Wartawan (SPW).
Saat sarapan pagi sebelum materi UKW diujikan, di hari pertama semua wajah peserta yang terdiri dari 29 peserta memang tampak begitu serius terdiri dari 6 calon pemimpin redaksi mengikuti UKW jenjang utama (1 kelompok), 6 calon redaktur di jenjang madya (1 kelompok), dan 17 di calon wartawan/reporter di jenjang muda (3 kelompok). UKW XX ini menghadirkan dewan penguji di kelas utama Hendry Chairudin (Ch) Bangun (Wakil Ketua Dewan Pers), kelas Madya Fathurahman (PWI Pusat) dan di kelas muda yakni M Haris Sodikin (PWI Pusat), Endro S Efendi (PWI Kaltim) dan Eko Pamuji (PWI Pusat).
“Tak lulus berarti tak kompeten, dan bisa ikut kembali,” celetuk Hasan, pemimpin redaksi media online Kaltim Kita, optimis.
Namun ada juga yang menghibur.
“Kita semua telah bekerja sebagai jurnalis, masak tak lulus? kalau tak lulus, berarti ada yang salah dari kita,” ujar Er Riyadi dari Diksi.co, peserta UKW jenjang utama.
Peserta dibagi dalam kelompok kecil, 5-7 peserta dengan satu penguji. Khusus di UKW jenjang utama ada 9 mata ujian mulai dari memahami dan melaksanakan KEJ dan hukum/undang-undang terkait pers, rapat redaksi perencanaan utama dengan madya, mengevaluasi rencana liputan, menentukan bahan liputan layak siar, kebijakan rubrikasi dan redaksional, mengarahkan liputan investigasi, menulis tajuk, membangun jejaring dan rapat evaluasi utama dan madya. Nilai minimal lulus masing-masing materi 70, dengan skala 0-100.
“Kalau 69 berarti tak lulus. Penilaian akhirnya bukan rata-rata. Tak lulus satu, berarti tak lulus UKW,’ ujar Hendry Ch Bangun. Peserta makin tegang.
Bagi peserta yang tak puas dengan penilaian penguji, boleh menggugat. Tim penguji akan membahas dan memberi nilai baru. Bisa nilai tetap sama, lebih tinggi atau justru lebih rendah. Masih tak puas juga, peserta dapat mengajukan banding ke Dewan Pers.
“Pengalaman sebelumnya, justru nilai penggugat lebih rendah,” tambah Hendry.
Dikejar waktu
Ujian pertama dimulai dengan materi rapat redaksi, setelah sarapan pagi. Lima kelompok kecil dikumpulkan dalam satu ruangan. Beberapa orang dipilih sebagai pemimpin rapat, yang lainnya diminta menyampaikan usulan dan masukan, untuk materi liputan yang disimulasi dalam rapat. Sementara itu, lima penguji hanya memantau dan tentu saja memberi penilaian.
Ujian berlanjut ke materi kedua. Kali ini yang diuji adalah mengevaluasi rencana liputan. Di sini, masing-masing peserta diminta menjelaskan dan memverifikasi usulan liputan yang muncul dalam simulasi rapat redaksi. Di kelompok saya menggunakan nama media cetak simulasi yakni Tenggarong Pos. Ada tujuh usulan liputan prioritas seperti isu kudeta di tubuh Ketua DPRD Kaltim, persiapan atlet Kaltim di PON XX Papua di cabor sepak bola, realisasi anggaran penanganan Covid-19, harga cabai melonjak di pasar, jadi lokasi ibu kota negara (IKN) masyarakat Kukar dapat apa, pengembangan Museum Mulawarman di tengah pandemi Covid-19 dan Musda Golkar Kukar.
Penulis memilih isu kudeta di tubuh Ketua DPRD Kaltim menjadi porsi paling utama dan bisa menjadi headline di halaman satu Tenggarong Pos. Isu kudeta menarik dan hangat diperbincangkan di publik pasca dualisme di Partai Demokrat versi de facto dan de jure.
Selanjutnya, bagaimana menentukan berita layak atau tidak dan apa saja indikatornya dalam waktu yang sangat singkat 30 menit. Penulis mengetik di laptop, selanjutnya diprint di printer yang sudah disediakan oleh panitia PWI Kukar. Memakai peralatan kerja ini juga menjadi penilaian. Poin-poin yang ditulis meliputi unsur-unsur pembuatan berita diawali dengan rumus yang dikenal 5W (what, why, who, when dan where) dan 1 H (how), dari 7 usulan berita sudah mencakup rumus 5 W dan 1 H, wartawan muda sudah memahami isu yang berkembang, menyiapkan materi wawancara, persiapan yang dilakukan meliputi materi-materi pertanyaan yang hendak ditanyakan ke narasumber, redaktur sudah mengarahkan para wartawan muda untuk fokus dalam penulisan angle berita dan setelah mendapatkan materi berita langkah selanjutnya untuk pembuatan berita adalah menulis berita sesuai KEJ.
“Improvisasi (spontanitas) ditunjang kegiatan sehari-hari pengalaman menjadi wartawan saja menjadi kunci keberhasilan di ujian ini di tengah waktu yang sangat singkat,” urai Wiwid Marhaendra Wijaya, Sekretaris PWI Kaltim yang juga berjuang ikut di UKW jenjang utama.
Lalu, ujian berlanjut ke materi kebijakan atau merancang rubrikasi. Yang diuji adalah kreativitas peserta mengevaluasi rubrik yang telah ada, dan menciptakan rubrik baru. Tentu saja penguji juga mempertanyakan, sejauh mana rubrik baru yang dirancang, penting bagi masyarakat (pembaca).
Selepas itu, materi uji mengarahkan liputan investigasi. Jenis ujiannya masih tertulis. Peserta diberi waktu 30 menit untuk membuat semacam term of reference (TOR) liputan investigasi. Isinya tema liputan investigasi, wartawan yang ditugaskan, rincian biaya, deadline, dan upaya perlindungan wartawan. Penguji juga menanyakan beda investigasi dengan liputan mendalam (indepth news). Penguji Hendry Ch Bangun memberikan secarik kertas yang berisi isu berita yang akan diinvestigasi berjudul melacak surat tes Covid-19 dijamin negatif. Materi mengarahkan liputan investigasi menurut penulis cukup memberatkan pasalnya menurut sudut pandang penulis wartawan harus mempunyai skill di luar batas kemampuan menulis. Harus berani mengungkapkan fakta di balik peristiwa, jika salah harus siap berhadapan dengan hukum. Penulis pun membentuk tim multi spesialiasasi dalam peliputan investigasi, riset dan observasi awal, menentukan fokus liputan, merancang strategi eksekusi menyangkut teknik liputan bagaimana logistiknya dan berapa biaya yang dibutuhkan dan menyiapkan skenario pasca publikasi.
Nah, setelah sempat rileks, para peserta kembali dibuat “panas dingin”, dengan materi uji jejaring dan lobi. Di sini, peserta diminta menghubungi langsung narasumber utama. Kapasitas dan jabatan narasumber menjadi penilaian. Kelas Anggota DPR RI di level nasional atau Gubernur Kaltim di provinsi berbeda dengan kelas bupati atau wali kota. Tokoh nasional lebih tinggi nilainya maupun di narasumber kelas provinsi. Makanya peserta berusaha mengajukan nama yang jabatannya lebih tinggi. Kalau bisa presiden.
Yang membuat stres, kalau narasumber tak mengangkat telepon, berarti tak dapat nilai. Tak dapat nilai tentu tak lulus. Sudah membuat janji pun, belum ada jaminan bisa sukses menelpon narasumber. Bagaimana kalau tiba-tiba narasumber itu rapat mendadak, dipanggil presiden. Atau dia sedang salat atau sedang di toilet. Jadi, kenal sedekat apapun dengan narasumber belum tentu akan lulus atau dapat nilai tinggi di uji materi ini.
Penulis sendiri diminta penguji mengajukan dua nama dari 20 daftar narasumber yang sudah disusun di kertas. Kebetulan penulis mendapat kemudahan disuruh memilih sendiri narasumber yang akan dihubungi. Penulis pun menghubungi Anggota Komisi V DPR RI yang juga Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yakni Irwan Fecho dan Ketua Badan Pengurus Daerah (BPD) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Kaltim Bakri Hadi.
Hari kedua, UKW diakhiri dengan penyampaian evaluasi dan nilai oleh masing-masing penguji. Hendry Ch Bangun senang ketika mengetahui peserta UKW sempat tegang. Sebab, dengan begitu peserta akan mengikuti UKW secara serius. Pada UKW ini, Hendry disebut-sebut penguji paling hangat dan punya kharisma. Gaya bicara dan tampangnya memang dingin dibanding dengan penguji lain.
Lalu apa yang menyebabkan peserta tak lulus? Pertama, karena peserta memang bukan wartawan alias wartawan gadungan dan sejenisnya. Kedua, kemampuan peserta tidak cocok dengan tingkatan UKW. Misalnya, baru jadi wartawan sudah ikut UKW tingkatan madya atau utama.
Sejumlah catatan penting dari wartawan senior olahraga itu untuk peserta jenjang utama yakni seorang pemimpin redaksi harus paham Undang-Undang (UU) Pers Nomor 40 dan KEJ serta independensi. Dalam menulis juga harus bisa melihat situasi, tidak boleh mengutip berita dua kali dan jangan memberitakan berita menghajar berlarut-larut cukup sekali saja. Kemudian, serangan personal dalam berita tidak boleh, harus cermat memilah-milah jabatan dan pekerjaannya di luar kerjanya, intinya jika memberitakan secara personal tidak boleh. Seorang pemimpin redaksi juga harus cermat melihat berita yang layak dan dimuat, jangan sampai beurusan dengan hukum pasalnya jika tidak berimbang (cover both side) bisa tersangkut pidana.
‘Kita kontrol redaktur dan wartawan (beritanya benar apa tidak) dalam peliputan sudah ditentukan protap. Pemimpin Redaksi harus belajar untuk dewasa, jangan bawa perasaan. Tidak boleh ada konflik kepentingan, karena wartawan tidak boleh menulis anggota keluarganya nantinya tidak objektif. Selanjutnya, tekankan konfirmasi dan pahami UU Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA). UU PPRA ini istimewa karena satu-satunya yang bisa menjerat siapa saja, bisa saja hakim atau polisi,” terang penulis buku “Wajah Bangsa Dalam Olahraga: 100 tahun Berita Olahraga Indonesia” (2007) itu.
Hasilnya dari UKW XX di Kukar, 26 peserta dinyatakan kompeten di jenjang utama 6 orang, madya 5 orang, dan muda 15 orang. Sementara itu, yang masih belum berkompeten ada 3 orang terdiri dari 1 jenjang madya dan 2 muda. (redaksi info satu)