
Kukar, infosatu.co – Program transmigrasi di Indonesia memasuki babak baru. Jika sebelumnya lebih menitikberatkan pada distribusi penduduk, kini pendekatan yang digunakan berfokus pada penciptaan ekonomi kawasan.
Hal ini disampaikan Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara dalam Rapat Koordinasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang digelar secara virtual di Ruang Rapat Sekda Kutai Kartanegara (Kukar) pada Senin, 17 Maret 2025.
Dalam pemaparannya, Iftitah mengungkapkan bahwa sejak era awal transmigrasi, pemerintah telah berhasil memindahkan lebih dari 2,1 juta kepala keluarga atau sekitar 9,2 juta jiwa, mengurangi kepadatan penduduk di Pulau Jawa hingga 7 persen.
Keberhasilan tersebut melahirkan 1.567 desa definitif, 466 ibu kota kecamatan, serta 116 ibu kota kabupaten dan provinsi, termasuk di Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, dan Papua Selatan.
“Namun, pendekatan kuantitatif dalam transmigrasi kerap dianggap hanya memindahkan masalah, memicu kecemburuan sosial, dan tidak selalu berdampak pada kesejahteraan yang merata,” ujar Iftitah.
Oleh karena itu, pemerintah kini mengusung paradigma baru yang berorientasi pada industrialisasi dan pembangunan ekonomi berbasis kawasan, bukan sekadar relokasi penduduk.
“Kami akan fokus pada penciptaan ekonomi yang produktif, bukan sekadar distribusi penduduk,” tegasnya.
Untuk mewujudkan visi ini, Kementerian Transmigrasi menyiapkan lima program utama.
Pertama, Trans Tuntas, yang memastikan kepastian hukum atas status lahan bagi para transmigran. Kedua, Transmigrasi Lokal, yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemberdayaan ekonomi.
“Transmigrasi lokal ini akan diterapkan di seluruh wilayah Indonesia,” jelasnya.
Ketiga, Transmigrasi Patriot, yaitu program yang melibatkan generasi muda dalam pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di kawasan transmigrasi.
Keempat, Transmigrasi Karya Nusantara, yang memperluas cakupan pekerjaan di sektor non-pertanian seperti perkebunan, peternakan, pariwisata, dan kesehatan. Terakhir, Transmigrasi Gotong Royong, yang fokus pada revitalisasi kawasan transmigrasi yang sudah ada.
Iftitah menambahkan bahwa tantangan utama dalam transmigrasi saat ini masih berkisar pada kepemilikan lahan, legalitas hak, konflik agraria, serta ketidaksesuaian dengan tata ruang.
“Oleh karena itu, kami sangat mengapresiasi Kementerian ATR/BPN yang telah menginisiasi MoU ini. Kerja sama ini penting untuk menyelesaikan berbagai kendala transmigrasi ke depan,” pungkasnya.
Dengan perubahan strategi ini, transmigrasi diharapkan dapat menjadi motor penggerak ekonomi baru, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan kawasan yang lebih berkelanjutan. (Adv)