Samarinda,infosatu.co– Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day (IWD) diperingati tiap 8 Maret gaungnya juga sampai ke Samarinda. Untuk itu Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim menghelat talkshow Perlindungan Perempuan dan Anak di Atrium City Centrum, Minggu (12/3/2023).
Empat narasumber diboyong, menyampaikan materi sesuai dengan profesinya. Ada Kepala Seksi Perlindungan Perempuan, Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim Fahmi Rozano, advokat sekaligus dosen Suryo Hilal, Kepala Biro Hukum TRC PPA Kaltim Sudirman dan hipnoterapis Aditya Lesmana.
Untuk diketahui Hari Perempuan Internasional 2023 ini mengusung tema “Digitall: Innovation and technology for gender equality” atau “Digitall Inovasi dan teknologi untuk kesetaraan gender”. Tema ini berfokus pada peran teknologi dan pendidikan digital secara global bagi kaum perempuan.
Dalam pemaparannya, Fahmi Rozano menyebut kasus kekerasan yang melibatkan perempuan sebagai korban, Kaltim memiliki angka relatif tinggi. Apalagi Samarinda, menduduki hampir setengah angka kekerasan Kaltim.
“Kita tidak bisa menghapus angka kekerasan ini, namun kita bisa menguranginya. Salah satunya adalah perundungan, semua dimulai dari lingkup keluarga, ketika anak merasa ada kehadiran orang tua, diperhatikan, disayangi, coba deh. Satu jam saja orang tua tidak pegang smartphone-nya, luangkan waktu untuk anak, kita bisa menghindari potensi kekerasan, apapun bentuknya,” ungkap Fahmi.
Di kesempatan yang sama, Suryo Hilal dan Sudirman menerangkan dari sisi hukum, mengenai pernikahan siri, bagaimana melaporkan kekerasan rumah tangga, sampai menjelaskan kasus perceraian.
“Tidak ada kata damai untuk kekerasan pada anak,” ungkap Suryo Hilal.
“Jika ada yang ingin lebih detail mengenai kasus hukum, berkenaan dengan kekerasan perempuan dan anak. Kami dari Biro Hukum TRC PPA Kaltim siap memberikan penjelasan secara gratis,” sambung Sudirman.
Di lain sisi, hipnoterapis Aditya Lesmana membeberkan kasus-kasus kekerasan yang didampinginya. Dirinya menjelaskan bagaimana seorang korban kekerasan memiliki potensi besar menjadi pelaku kekerasan di masa depan.
“Hipnoterapi menjadi tools untuk melepaskan emosi negatif seperti kemarahan, ketakutan, tidak berharga, dan sejenisnya yang terjadi pada kasus kekerasan. Kita berharap korban bisa hidup normal menjalani kesehariannya tanpa dihantui bayang-bayang kelam dan kepahitan dari trauma kekerasan yang dialaminya,” harapnya.