Bandung, infosatu.co – Di balik hamparan kebun teh dan barisan pohon pinus yang merangkul udara sejuk perbukitan utara Kota Bandung, Jawa Barat, menjulang sebuah gunung yang bukan sekadar bentang alam.
Ya itu dia, Gunung Tangkuban Parahu, setinggi 2.084 meter di atas permukaan laut, menyimpan kisah cinta pilu dan kemarahan yang meletus dalam bentuk yang bisa dilihat dan disentuh: kawah-kawah aktif yang mengebulkan uap panas dari perut bumi.
Dari pusat Kota Bandung, perjalanan menuju Tangkuban Parahu bisa ditempuh dalam waktu kurang dari satu jam.
Sepanjang jalan, mata dimanjakan oleh hijaunya alam dan semilir udara yang menyegarkan paru-paru.
Namun sesampainya di atas, pemandangan berganti menjadi panorama eksotis kawah vulkanik yang menggoda lensa kamera.
Gunung Tangkuban Parahu bukan sekadar destinasi wisata. Ia adalah simbol dari sebuah legenda kuno yang telah mengakar dalam budaya masyarakat Sunda.
Dalam dongeng yang diwariskan turun-temurun, Tangkuban Parahu adalah perahu raksasa yang terbalik akibat amarah seorang pemuda bernama Sangkuriang.
Alkisah, Sangkuriang jatuh hati pada seorang wanita cantik bernama Dayang Sumbi. Cinta itu menjadi rumit ketika terungkap bahwa Dayang Sumbi tak lain adalah ibunya sendiri.
Untuk menggagalkan pernikahan yang mustahil itu, Dayang Sumbi memberi syarat tak masuk akal: membangun perahu dan membuat danau dalam semalam.
Dengan bantuan makhluk gaib, Sangkuriang nyaris menyelesaikan tugasnya.
Namun Dayang Sumbi tak tinggal diam. Ia memohon pada alam agar fajar datang lebih cepat.
Ketika Sangkuriang sadar telah dikelabui, amarahnya meledak. Ia menendang perahu yang belum selesai hingga terbalik dan membentuk gunung yang kini dikenal sebagai Tangkuban Parahu.
Secara ilmiah, gunung ini terbentuk sekitar 125 ribu tahun lalu, hasil letusan besar dari Kaldera Sunda. Aktivitas vulkaniknya menciptakan tiga kawah utama yang kini menjadi daya tarik wisata: Kawah Ratu yang megah dan luas, Kawah Upas yang angker namun memikat, dan Kawah Domas yang memungkinkan pengunjung mendekat untuk merasakan langsung panasnya uap bumi.
Bagi masyarakat Sunda, Tangkuban Parahu bukan hanya lanskap alam atau sumber ekonomi pariwisata. Ia adalah monumen hidup dari kisah moral, cinta yang terlarang, dan pengingat bahwa alam pun bisa menjadi saksi dari gejolak hati manusia.
Kini, suara langkah wisatawan dari berbagai penjuru tak pernah berhenti mengisi jalur-jalur pendakian ringan di sekitar kawah. Di antara aroma belerang dan dinginnya kabut, legenda Sangkuriang terus bergema.
Sebuah cerita abadi yang tertulis bukan dengan tinta, tapi dengan kawah, batu, dan gunung yang membisu namun bercerita.