Samarinda, infosatu.co – Libur panjang Lebaran yang berlangsung hingga 7 April 2025, kembali menuai kritik. Meskipun beberapa layanan esensial tetap berjalan, nyatanya sejumlah sektor penting seperti medis turut terdampak akibat keterbatasan tenaga kerja yang aktif selama masa cuti.
Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Kalimantan Timur, Mohammad Sukri, menyoroti bahwa meski rumah sakit tetap buka layanan 24 jam, kinerja mereka tak sepenuhnya optimal selama libur Lebaran karena banyak dokter yang juga ikut cuti.
“Kesehatan kan tetap buka. Rumah sakit tetap buka jelas karena itu pelayanan 24 jam. Masalahnya tidak semua dokter aktif di masa itu. Ada dokter spesialis yang juga dapat cuti. Enggak mungkin mereka tinggal di rumah sakit,” kata Sukri.
Ia menjelaskan, dalam situasi seperti ini, biasanya hanya perawat dan dokter pengganti yang berjaga. Akibatnya, sejumlah tindakan medis seperti operasi harus ditunda, yang bisa menimbulkan dampak serius bagi pasien.
“Yang jadi masalah nanti di masyarakat, yang semestinya dioperasi, mau tidak mau tunda,” ujarnya.
Selain itu, akan berdampak kepada keluarga pasien untuk melakukan administrasi karena kantor yang ada di rumah sakit biasanya tutup sehingga tidak bisa melakukan transaksi keuangan.
“Ini yang juga jadi masalah,” ujar mantan wartawan kriminal itu.
Sukri menilai bahwa durasi cuti bersama dan libur Idulfitri terlalu berlebihan. Ia menyarankan agar ke depan pemerintah mempertimbangkan format libur Lebaran yang tidak merugikan masyarakat, dengan tetap memperhatikan hak pekerja untuk berlibur.
“Semestinya libur Lebaran 2–4 hari itu sudah cukup. Kemarin-kemarin juga seperti itu,” kata Sukri.
Ia berharap ke depan pemerintah bisa menyusun format cuti yang lebih seimbang, agar layanan publik penting tetap berjalan dan masyarakat tidak dirugikan.
“Semoga nanti ke depan bisa dibuat format yang saling menguntungkan ke dua pihak. Pekerja, dan masyarakat yang membutuhkan layanan tadi. Harus sama-sama,” tutupnya.