Samarinda, infosatu.co – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) telah mengambil langkah berani dengan menerapkan tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) terendah se-Indonesia.
Tarif PKB yang diterapkan sebesar 0,8 persen ditambah opsen 66 persen menjadi total 1,328 persen. Sedangkan tarif BBNKB sebesar 8 perden dengan opsen yang sama menjadi 13,28% persen.
Kebijakan ini diambil untuk meringankan beban masyarakat sekaligus mendorong kepatuhan pajak. Namun, pertanyaannya, apakah kebijakan ini dapat mengancam Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kaltim?
Penurunan ini tentu berdampak signifikan dibanding tarif sebelumnya, di mana PKB dikenakan sebesar 1,75 persen dan BBNKB mencapai 15 persen.
Dengan penurunan masing-masing sebesar 0,422 persen dan 1,72 persen, pemprov harus memastikan bahwa PAD tetap stabil melalui strategi yang komprehensif.
Penjabat Gubernur Kaltim Akmal Malik menjelaskan bahwa kebijakan ini telah melalui kajian mendalam. “Kami memahami kesulitan masyarakat dan tidak ingin membebani mereka dengan pajak tinggi. Justru, kami melihat penurunan tarif ini sebagai peluang untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak,” ujarnya, Kamis (2/1/2025).
Menurut Akmal, kebijakan ini juga menjadi bentuk arahan dari Presiden Prabowo Subianto yang menekankan agar kenaikan pajak hanya menjadi beban bagi barang-barang mewah. Kendaraan standar, kini dianggap sebagai kebutuhan produktif bagi masyarakat.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kaltim Ismiati menegaskan bahwa langkah ini tidak akan mengganggu fiskal daerah.
“Kami sudah mempersiapkan berbagai sumber pendapatan lain, seperti pajak alat berat, pajak air permukaan, serta retribusi dari jasa tertentu. Hingga saat ini, retribusi aset daerah bahkan sudah hampir menyentuh angka Rp100 miliar,” ungkap Ismiati.
Selain itu, implementasi sistem split billing memberikan jaminan transparansi dan efisiensi. Dengan sistem ini, penerimaan pajak langsung masuk ke rekening kas daerah kabupaten/kota setiap hari tanpa harus melalui proses manual.
Hal ini memberikan fleksibilitas bagi pemerintah daerah untuk memanfaatkan dana tersebut secara langsung.
Namun, Ismiati juga menyoroti tantangan besar, yaitu validasi data kendaraan bermotor. Saat ini, sekitar 40 persen kendaraan di Kaltim belum tercatat aktif karena berbagai alasan. Hal ini seperti kendaraan rusak, hilang, atau berpindah kepemilikan.
Untuk mengatasi masalah ini, program Data Desa Precise akan dilibatkan guna memastikan validitas data kendaraan bermotor.
Layanan inovatif juga sedang dipersiapkan, seperti Samsat sungai dan Samsat speedboat. Inovasi ini untuk menjangkau wajib pajak di daerah terpencil seperti Maratua dan Derawan.
“Kami ingin memastikan seluruh masyarakat, tanpa terkecuali dapat memenuhi kewajiban pajaknya,” jelas Ismiati.
Sekretaris Daerah Kaltim Sri Wahyuni memberikan pandangan ekonomis terkait kebijakan ini. “Dalam ilmu ekonomi, diskon sering kali memperluas jangkauan konsumen. Dengan tarif lebih rendah, kami berharap wajib pajak yang sebelumnya enggan, kini lebih terdorong untuk taat,” terangnya.
Selain itu, kebijakan tersebut juga dirancang untuk mencegah masyarakat membeli kendaraan di luar Kaltim karena pajak yang lebih murah.
Hal ini diharapkan dapat menggerakkan ekonomi lokal dan menciptakan efek domino positif terhadap pendapatan daerah.
Dengan penurunan tarif ini, Kaltim menghadapi dua sisi berbeda, yakni peluang untuk meningkatkan kepatuhan pajak dan tantangan menjaga stabilitas PAD.
Namun, dengan strategi pendukung yang matang, seperti pemutakhiran data, inovasi layanan, serta optimalisasi sumber pendapatan lain, kebijakan ini memiliki potensi menjadi model nasional dalam meringankan beban masyarakat tanpa mengorbankan pendapatan daerah.
Keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada implementasi di lapangan dan bagaimana pemerintah mampu mengelola inovasi yang telah dirancang.
Di tengah tantangan fiskal, Kaltim menunjukkan keberanian untuk mengambil langkah maju demi menciptakan pemerataan dan pembangunan yang berkelanjutan.