infosatu.co
DPRD KALTIM

Puluhan Tahun Jatah Lahannya ‘Lenyap’, Warga Trans Simpang Pasir Nglurug ke Dewan

Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Rusman Ya'qub saat ditemui awak media di Gedung E DPRD Kaltim, Senin (7/6/2021). (Foto: Lydia)

Samarinda, infosatu.co – Di tahun 1973-1974, penduduk dari DKI, Jawa Tengah dan Jawa Timur mengikuti program transmigrasi ke Kaltim. Masing-masing transmigran dijanjikan lahan seluas 2 hektar per satu kartu keluarga (KK) untuk pertanian dan perkebunan.

Persoalan terjadi di tahun 1979, tidak seperti yang dijanjikan. Lahan seluas 2 hektare tersebut baru terealisasikan sekitar 0,5 hektare. Sisanya, seluas 1,5 hektare malah dibuat untuk kepentingan lain.

Ketua Komisi IV DRPD Kaltim Rusman Ya’qub memimpin rapat mediasi bersama Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Katim serta warga transmigran Kelurahan Simpang Pasir Kecamatan Palaran.

“Kami memfasilitasi terkait keputusan kasasi Mahkamah Agung (MA) atas gugatan warga Simpang Pasir transmigrasi tahun 1973-1974,” ungkapnya di Gedung E DRPD Kaltim, Senin (7/6/2021).

Dari 233 transmigrasi, hanya 118 orang yang berkekuatan hukum tapi belum mendapatkan haknya. Sisanya sudah pulang ke daerah asal dan sebagian telah meninggal dunia.

“Mereka sudah puluhan tahun menunggu, padahal sesuai keputusan kesepakatan apabila ada putusan hukum berkekuatan tetap, maka pemprov pada prinsipnya mengganti lahan atau melakukan ganti rugi berupa uang,” jelasnya.

Tingkat pengadilan, keputusan atau vonis pertama adalah pemerintah wanprestasi (kewajiban tidak dipenuhi), maka pemrpov harus ganti rugi. Tingkat pengadilan banding, keputusan itu tidak dalam bentuk wanprestasi tapi pemerintah dianggap melawan hukum karena tidak memberikan hak masyarakat.

“Kalau tingkat kasasi, pemerintah harus menyiapkan atau merealisasikan lahan 1,5 hektar per KK. Pemerintah harus taat hukum maka wajib melaksanakan keputusan MA,” terangnya.

Masalahnya lanjut Rusman, teknis eksekusinya itu seperti apa, karena di dalam hukum perdata itu yang dipakai adalah kesepakatan.

Komisi IV meminta agar kuasa hukum masyarakat dan pemerintah berdiskusi untuk mencari solusi bagaimana teknis penyelesaian pelaksanaan keputusan hukum ini.

“Jadi nggak perlu dibongkar lagi karena sudah ada keputusan berkekuatan hukum tetap dan tidak ada gugatan macam-macam,” paparnya.

Ditanya terkait usulan yang masuk saat mediasi ini, Rusman membeberkan berdasarkan keputusan MA yakni mengganti lahan.

“Pertanyaannya, apakah masih ada lahan untuk itu, kalau nggak ada lahan akan diganti apa. Jika solusinya melakukan ganti rugi, maka harus ada fatwa meskipun dibantah oleh penasehat hukumnya,” tegasnya.

Pada kesempatan ini, ia membeberkan jika pemprov butuh waktu karena ingin meminta fatwa MA terkait boleh atau tidaknya lahan diganti dalam bentuk uang.

“Oleh penasehatnya tidak perlu, langsung saja. Kalau di dalam usulan itu nilai ganti ruginya sebesar Rp 500 juta, kalau dikali 118 maka totalnya Rp 59 miliar,” ujarnya.

Perlu diketahui bahwa lahan 1,5 hektare ini merupakan lahan pertanian dan perkebunan. Transmigran didatangkan dengan tujuan bertani dan berkebun.

“Dulu Simpang Pasir itu terkenal daerah central pertanian di Kota Samarinda, tapi dinamika dan proses perkembangan kota, pertanian hilang yang ada tambangnya saja,” imbuhnya.

Di tempat yang sama, Kepala Disnakertrans Katim Suroto mengatakan bahwa jatah lahan untuk satu KK itu memang sekitar 2 hektare.

“Yang 0,5 hektare sudah terealisasikan sedangkan, 1,5 hektare nya belum terealisasikan. Itulah yang dituntut warga. Maka dalam mewujudkan ketaatan kepada hukum, kita akan melaksanakan isi putusan itu. Tentu harus koordinasi dengan berbagai pihak,” jelasnya.

Ditambahkan Suroto, jika memang bisa diganti dalam bentuk uang harus minta fatwa dulu ke MA. Tapi pihaknya mencoba mencari lahan pengganti sesuai dengan perintah daripada putusan pengadilan.

“Jadi masih ada upaya untuk mencari lahan pengganti, untuk mencari itu kita koordinasikan dulu dengan pemerintah pusat. Karena kan pusat punya banyak sertifikat hak pengelolaan (HPL) untuk trans, jadi kita perlu koordinasikan,” ulasnya.

Pada prinsipnya, pemprov taat hukum, jadi untuk melaksanakan putusan pengadilan ini sudah seharusnya melaksanakan koordinasi.

“Putusan pengadilan itu memerintahkan menyiapkan lahan, karena itu kita harus koordinasi. Pada intinya kita ingin putusan pengadilan itu kita hormati, hargai dan laksanakan,” tegasnya. (editor: irfa

Related posts

PAN–Nasdem Minta Pemprov Kaltim Prioritaskan Ratusan Aspirasi Masyarakat

Adi Rizki Ramadhan

Fraksi PKB: Pemerintah Harus Atasi Masalah Pendidikan, Air Bersih dan Kesehatan

Adi Rizki Ramadhan

Ketahanan Pangan dan Pengendalian Lahan Pertanian di Kaltim Jadi Sorotan DPRD Kaltim

adinda

Leave a Comment

You cannot copy content of this page