
Samarinda, infosatu.co – Setelah empat bulan sejak kasus pembabatan hutan di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS) mencuat ke publik, kini misteri itu mulai tersingkap.
Kepolisian Daerah Kalimantan Timur (Polda Kaltim) resmi menetapkan Rudini bin Sopyan (R bin S) sebagai tersangka utama kasus penambangan ilegal di kawasan konservasi pendidikan tersebut.
Kepastian itu disampaikan Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum (Wadirreskrimum) Polda Kaltim, AKBP Melki Bharata, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IV DPRD Kaltim yang digelar di Gedung E DPRD, Kamis, 10 Juli 2025.
“Tersangka R bin S telah kami tahan per 4 Juli 2025. Saat ini sedang menjalani proses penahanan di Rutan Polda Kaltim,” ujarnya di hadapan anggota dewan.
Penetapan ini didasarkan pada fakta penyidikan bahwa R bin S melakukan kegiatan pertambangan batu bara secara ilegal.
Itu dilakukan pada 2 hingga 3 April 2025 di dalam kawasan KHDTK Diklathut Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, tanpa izin resmi seperti IUP-OP maupun PPKH dari otoritas kehutanan.
Polda Kaltim menyatakan tersangka melanggar ketentuan Pasal 89 ayat (1) huruf a dan Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 dan UU Nomor 6 Tahun 2023. Ia juga dijerat Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba.
Ancaman atas tindakannya yakni pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda hingga Rp1 miliar.
Dari hasil penyidikan terungkap pula bahwa tersangka R bin S sempat mengajukan kerja sama tambang kepada Koperasi Serba Usaha (KSU) Putra Mahakam Mandiri (PUMMA), namun gagal karena tidak mampu membayar uang muka sebesar Rp1,5 miliar.
Polisi juga telah menyita satu unit ekskavator merk Hitachi yang digunakan dalam aktivitas pembukaan lahan di kawasan konservasi seluas 3,4 hektare tersebut.
Jalur hauling yang digunakan pun diketahui merupakan jalur milik perusahaan lain, yakni PT Lana Harita di Samarinda Utara.
AKBP Melki menegaskan pihaknya tengah mengembangkan penyidikan lebih lanjut untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain.
“Rencana tindak lanjut kami adalah melengkapi berkas perkara, melakukan pengembangan pelaku lain dengan mengumpulkan alat bukti tambahan, dan segera melimpahkan berkas ke Kejati Kaltim (tahap I),” jelasnya.
Dalam RDP tersebut, Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim Darlis Pattalongi turut menyampaikan beberapa poin penting, salah satunya mendorong Ditreskrimsus Polda Kaltim untuk mengembangkan penyelidikan lebih jauh.
“Kami minta agar pengusutan tidak berhenti di satu orang. Fakta lapangan menunjukkan ada potensi jaringan. Laporan dari Fakultas Kehutanan Unmul dan pihak pengelola KHDTK jelas menunjukkan dampak nyata. Jangan sampai kasus ini hilang begitu saja,” ujarnya.
Komisi IV juga meminta Gakkum Kehutanan Wilayah Kalimantan Timur segera menyampaikan hasil penyelidikan dan menindaklanjutinya, termasuk menjaga konsistensi data dalam proses penyidikan.
Selain itu, DPRD juga menyoroti pentingnya hasil valuasi ekonomi terhadap kerusakan yang ditimbulkan. Valuasi ini kini sedang diverifikasi oleh Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Unmul dan diharapkan rampung dalam dua pekan ke depan untuk kemudian disampaikan secara resmi ke DPRD.
Darlis juga menegaskan, dukungan Pemprov Kaltim terhadap pengelolaan KHDTK harus ditingkatkan, sebagaimana telah disepakati dalam rapat gabungan 5 Mei 2025 lalu.
“Pemprov jangan cuma diam. Harus ada dukungan nyata ke pengelola KHDTK Fahutan Unmul. Realisasi dukungan ini wajib dimasukkan dalam program Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup tahun ini,” tegasnya.
Kasus pembabatan hutan ini menjadi sorotan luas karena menyangkut kawasan konservasi pendidikan dan pelatihan yang dilindungi berdasarkan SK Menteri LHK Nomor SK.241/MENLHK/SETJEN/PLA.0/6/2020.
Kehancuran vegetasi asli dan ancaman terhadap fungsi ekosistem dalam kawasan tersebut dinilai menjadi ancaman langsung terhadap upaya pendidikan lingkungan hidup di Kalimantan Timur.
Menutup sesi RDP, Darlis kembali menekankan pentingnya pengawalan proses hukum dan penyelidikan secara serius.
“Kalau kita tidak kawal, bisa-bisa kasus ini ditutup atau dipetieskan. Ini bukan hanya soal pidana, ini soal marwah lembaga pendidikan dan perlindungan hutan di Kaltim. Jangan biarkan KHDTK jadi ladang tambang ilegal,” tutupnya.