
Samarinda,infosatu-Sinergi eksekutif dan legislatif akan menjadi kunci sukses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan daerah. Sayangnya, di era kepemimpinan Gubernur Isran Noor dan Wagub Hadi Mulyadi saat ini, kemitraan itu justru dirasakan semakin jauh panggang dari api.
“Kalau boleh jujur bersuara, meskipun anggota DPRD yang 55 orang ini tidak semuanya mau atau bisa bersuara secara jujur, yang pasti kondisi sekarang ini terus terang lebih banyak tidak enaknya dari yang lalu,” keluh Anggota DPRD Kaltim dari Fraksi Partai Golkar Sarkowi V Zahry saat Rapat Paripurna Ke-22, Senin (20/6/2022).
Bagi Owi yang sudah tiga periode berada di Parlemen Karang Paci, pada periode ini ia merasakan ketidaknyaman ber-DPRD, dalam kaitan kemitraan dengan Pemprov Kaltim. Lanjut Owi, sebenarnya DPRD sudah tahu apa permasalahannya, tapi mereka seperti tidak memiliki daya untuk melakukan apapun karena rekomendasi-rekomendasi yang disampaikan oleh DPRD tidak pernah di follow up oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
Legislator berlatar jurnalis ini meminta agar ini menjadi catatan pemerintah. Terutama untuk memposisikan DPRD secara kelembagaan sewajarnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bukan sekadar pelengkap saat diperlukan, misalkan untuk meminta tanda tangan pimpinan DPRD.
“Setelah tanda tangan, kalau tidak perlu ya dicuekin lagi. Pimpinan menyampaikan aspirasi anggota kepada pemerintah ditinggal begitu saja, tidak difollow up,” ketus Owi lagi.
Bahkan dengan suara lantang Owi menyindirkan bila apa yang terjadi di Kaltim mungkin menjadi satu-satunya terjadi di Indonesia. Ketika suasana kemitraan yang kurang baik ini disampaikan ke Kementerian Dalam Negeri, mereka justru mendapat cemooh.
“Mereka tidak percaya DPRD setidakberdaya ini berbicara dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur,” tambahnya.
Meski demikian, DPRD tidak tinggal diam dan akan selalu memantau perkembangan dan realisasi dari follow up Pemprov Kalimantan Timur, termasuk persoalan anggaran.
“Jangan ada kesan seolah-olah tanpa DPRD, pemerintah provinsi bisa jalan sendiri, bisa membuat produk hukum sendiri. Mau teriak apa silakan provinsi tetap jalan sendiri. Saya kira ini dalam dunia kedokteran tidak sehat. Mohon ini menjadi catatan untuk perbaikan,” saran Owi.
Ia tidak ingin kelak ada sejarah DPRD dan Pemprov tidak harmonis, meski tidak diluapkan dalam bentuk langkah-langkah konstitusional yang frontal.
“Jadi ibaratnya, kita ini kalau berpuasa itu kan jelas hari rayanya. Tapi sekarang ini berpuasa terus tidak jelas kapan hari rayanya,” tandas Owi lagi.