Samarinda, infosatu.co – Pengembangan desa wisata sering kali menghadapi tantangan berupa praktik pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.
Hal ini disebabkan kurangnya keterlibatan seluruh elemen masyarakat desa dalam pengelolaan wisata, khususnya pemuda yang sering kali merasa tidak dilibatkan.
Dalam webinar yang membahas wisata pedesaan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam Zoom Meeting pada Jumat (27/12/2024), Peneliti Pusat Riset Ekonomi Industri, Jasa, dan Perdagangan, Roby Ardiwidjaya menjelaskan pentingnya pendekatan yang inklusif dalam mengelola desa wisata.
“Biasanya, pungli dilakukan oleh kelompok pemuda yang merasa tidak diajak dalam pengelolaan. Padahal, semua elemen seperti kelompok tani, peternak, nelayan, hingga karang taruna seharusnya dilibatkan,” ujarnya.
Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) bisa menjadi solusi efektif. Pokdarwis berfungsi sebagai wadah organisasi masyarakat desa yang mengelola aspek-aspek wisata, termasuk pendapatan dari tiket masuk atau lahan parkir.
“Pendapatan dari portal atau parkir tidak boleh masuk ke individu, tetapi ke dalam kas bersama. Dari sini, pendapatan dapat dikelola dan dibagi secara transparan,” jelasnya.
Selain itu, Pokdarwis juga memudahkan akses bantuan dari pemerintah yang biasanya hanya dapat diberikan kepada kelompok resmi.
Oleh karena itu, pemerintah daerah dan Dinas Pariwisata perlu memastikan terbentuknya Pokdarwis yang inklusif dan melibatkan seluruh elemen masyarakat.
“Melibatkan masyarakat bukan berarti mereka harus menjadi bagian dari kepanitiaan, tetapi mereka harus punya perwakilan untuk menyuarakan aspirasi. Dengan begitu, semua pihak merasa memiliki tanggung jawab dan manfaat dari pengembangan desa wisata,” tutupnya.