Samarinda, Infosatu.co – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) akan menyesuaikan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2025.
Kebijakan ini diambil setelah realisasi penerimaan daerah hingga Agustus 2025 baru mencapai sekitar 49 persen, lebih rendah dari proyeksi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kaltim, Ismiati, mengungkapkan bahwa penyusunan target PAD dilakukan jauh hari sebelum tahun anggaran 2025 dimulai, dengan asumsi tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sebesar 1,1 persen.
Namun, dalam pelaksanaannya, tarif PKB yang berlaku hanya 0,8 persen. Perbedaan tarif ini berdampak signifikan terhadap pencapaian target.
“Kita susun target dari jauh hari, tapi ternyata tarifnya hanya 0,8 persen. Ditambah lagi, daya beli masyarakat menurun sekitar 30 persen dari target penjualan kendaraan, sehingga penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BPNKB) tidak tercapai,” ujarnya usai rapat paripurna ke-30 DPRD Kaltim, Jumat, 15 Agustus 2025.
Menurutnya, kondisi ini berbeda dengan awal pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, yang sempat memicu lonjakan penjualan kendaraan hingga lebih dari 100 persen per bulan.
“Sekarang meskipun pertumbuhan ekonomi masih ada, daya beli masyarakat sudah jauh berbeda. PAD kita seharusnya sudah di atas 58,3 persen, tapi baru sekitar 50 persen. Artinya kita minus kurang lebih 9 persen dari target,” jelasnya.
Kondisi ini mendorong Pemprov Kaltim untuk melakukan revisi target pendapatan melalui APBD Perubahan 2025, menyesuaikan dengan realisasi di lapangan.
“Kita harus realistis. Penyesuaian target adalah langkah agar perencanaan anggaran tetap sejalan dengan kondisi ekonomi yang ada,” tambahnya.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa kebijakan pajak di Kaltim masih tergolong ringan dibanding provinsi lain di Indonesia.
Tarif PKB hanya 0,8 persen, jauh di bawah batas maksimal 1,2 persen yang diatur dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).
Penetapan tarif tersebut juga mempertimbangkan adanya beban opsen sebesar 66 persen dari pokok PKB yang dibebankan kepada masyarakat.
“Kalau kita ambil tarif 1,2 persen, ditambah opsen 0,66 persen, beban masyarakat akan sangat berat. Dengan tarif 0,8 persen, totalnya hanya 1,3 persen. Untuk pembelian kendaraan baru, tarif pajaknya juga kita turunkan dari 15 persen menjadi 8 persen, padahal batas maksimalnya bisa lebih tinggi,” terangnya.
Penetapan tarif pajak daerah dilakukan melalui peraturan daerah (Perda) yang dibahas bersama DPRD Kaltim, dengan konsultasi publik untuk melibatkan masyarakat.
“Selama tarif yang ditetapkan sesuai ketentuan undang-undang, tidak ada persoalan. Kaltim bahkan yang paling rendah di Indonesia, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir,” ujarnya.
Ismiati juga menegaskan bahwa Pemprov Kaltim selalu melakukan simulasi tarif bersama DPRD untuk mengukur dampaknya terhadap masyarakat dan target pendapatan.
“Awalnya kita targetkan 1,1 persen dengan potensi pendapatan mencapai Rp1 triliun. Namun, karena tarifnya 0,8 persen, target itu harus kita sesuaikan,” jelasnya.
Dengan penyesuaian ini, Pemprov Kaltim berharap realisasi PAD dapat lebih mendekati target pada akhir tahun, meskipun tidak seoptimal proyeksi awal.
“Yang penting kita transparan, realistis, dan tetap menjaga keseimbangan antara kebutuhan pendapatan daerah dan kemampuan bayar masyarakat,” pungkasnya.