
Samarinda, infosatu.co – Ketimpangan pembangunan di wilayah pedalaman Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menjadi sorotan serius dalam pembahasan akhir Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029.
Anggota Panitia Khusus (Pansus) RPJMD DPRD Kaltim, Agusriansyah Ridwan mengingatkan pemerintah agar tak lagi menutup mata terhadap keterisolasian yang masih dialami sejumlah desa di Kabupaten Kutai Timur (Kutim).
Dalam rapat finalisasi RPJMD yang digelar bersama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim pada Jumat, 25 Juli 2025.
Agusriansyah menyebutkan bahwa wilayah-wilayah seperti Desa Sandaran, Tanjung Mangkalihat, hingga pelosok Tanjung Manis masih belum tersentuh pembangunan dasar yang layak.
“Kita perlu ketahui bahwa mereka itu terisolir,” ungkapnya.
Menurutnya, kondisi tersebut tidak hanya soal lokasi yang sulit dijangkau, tetapi juga berkaitan dengan tidak adanya akses terhadap kebutuhan dasar seperti jalan, listrik, dan air bersih.
Bahkan, ia menyebut sekitar 17 desa di Kutai Timur masih belum menikmati aliran listrik dari negara.
“Ini harus menjadi perhatian kita semua. Tidak adil jika sebagian wilayah sudah menikmati pembangunan modern, sementara yang lain masih hidup dalam keterbatasan,” lanjutnya.
Agusriansyah menilai, situasi ini merupakan cerminan kegagalan dalam pemerataan pembangunan.
Ia menegaskan RPJMD sebagai dokumen strategis seharusnya tidak hanya menjadi kumpulan rencana ambisius yang berpusat di perkotaan.
“Pembangunan itu bukan hanya di kota, tetapi harus menjangkau yang jauh dan selama ini belum tersentuh,” katanya.
Ia mendorong agar penyusunan RPJMD benar-benar mengakomodasi kebutuhan masyarakat di wilayah yang selama ini termarjinalkan.
Menurutnya, jika anggaran tidak berpihak pada wilayah terpencil, maka ketimpangan pembangunan akan terus berulang di setiap periode pemerintahan.
Selain soal infrastruktur, Agusriansyah juga menggarisbawahi pentingnya kebijakan afirmatif yang secara khusus menyasar wilayah tertinggal sebagai bentuk keberpihakan pemerintah terhadap kelompok masyarakat yang paling rentan.
“Kalau ini tidak menjadi prioritas, maka kita gagal menjadikan pembangunan sebagai alat keadilan,” tukasnya.
Ia pun berharap hasil akhir RPJMD Kaltim 2025–2029 bisa menjadi dokumen yang tidak hanya kuat dari sisi konsep dan visi, tetapi juga benar-benar responsif terhadap persoalan riil masyarakat, terutama mereka yang selama ini tinggal dalam keterbatasan tanpa perhatian.
“Pembangunan yang sejati adalah pembangunan yang menyentuh yang paling jauh dan paling tertinggal,” tutupnya.