Samarinda, infosatu.co – Dinas Sosial (Dinsos) Kalimantan Timur (Kaltim) menyoroti lemahnya sistem manajemen di sejumlah lembaga kesejahteraan sosial (LKS), khususnya panti asuhan, yang berdampak langsung terhadap kualitas layanan bagi anak-anak binaan.
Sorotan ini mencuat menyusul dugaan kasus kekerasan yang terjadi di salah satu panti pengasuhan anak berkebutuhan khusus di wilayah Kaltim.
Kepala Dinsos Kaltim, Andi Muhammad Ishak, menegaskan bahwa hingga saat ini masih banyak panti yang belum menerapkan tata kelola sesuai dengan standar pelayanan minimum (SPM) yang telah ditetapkan.
Minimnya pemahaman pengelola terhadap manajemen panti menjadi salah satu penyebab utama turunnya kualitas pengasuhan dan perlindungan terhadap anak.
“Manajemen LKS masih lemah, terutama dalam hal asesmen dan pencatatan. Ini penting untuk memastikan anak benar-benar mendapatkan layanan yang sesuai kebutuhannya,” ujarnya pada Kamis, 26 Juni 2025.
Salah satu masalah utama yang ditemukan adalah tidak adanya sistem dokumentasi yang memadai.
Banyak panti tidak memiliki data yang akurat dan terkini mengenai anak-anak yang diasuh.
Informasi seperti riwayat keluarga, kondisi kesehatan, latar belakang pendidikan, hingga perkembangan psikologis anak sering kali tidak terdokumentasi dengan baik.
Ketika anak keluar atau masuk ke panti, sering kali tidak ada catatan formal yang bisa dijadikan dasar evaluasi dan tindak lanjut kebijakan.
Selain itu, banyak pengasuh di panti-panti tersebut belum mendapatkan pelatihan memadai, terutama dalam menghadapi anak dengan kondisi psikososial yang kompleks, seperti trauma akibat kekerasan, penelantaran, atau anak-anak berkebutuhan khusus.
Hal ini menjadikan pendekatan pengasuhan yang diberikan sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan individu anak, bahkan berisiko memperburuk kondisi psikologis mereka.
Untuk mengatasi persoalan ini, Dinsos Kaltim rutin menggelar pertemuan dan pembinaan terhadap pengelola LKS yang ada di wilayah provinsi.
Dalam kegiatan tersebut, Dinsos menekankan pentingnya peningkatan kapasitas SDM, penerapan standar operasional prosedur (SOP), serta penguatan pemahaman terhadap hak-hak anak.
“Panti bukan hanya tempat tinggal, tapi juga ruang pemulihan bagi anak-anak yang mengalami kondisi sulit. Maka tanggung jawab moral dan profesional pengelolanya harus betul-betul dijaga,” tegasnya.
Tak hanya itu, Dinsos juga mendorong agar seluruh panti melakukan legalisasi kelembagaan dan terdaftar secara resmi agar bisa diawasi dan dibina sesuai ketentuan yang berlaku.
Untuk itu, sinergi dengan Dinas Sosial Kabupaten/Kota terus ditingkatkan agar pemantauan terhadap panti, termasuk yang tidak berizin atau belum terdaftar, bisa dilakukan secara menyeluruh.
Walaupun Dinsos Kaltim telah menyalurkan bantuan sosial rutin untuk operasional panti, Andi menilai bahwa dukungan dalam bentuk pelatihan teknis, pendampingan, dan penguatan kelembagaan masih sangat diperlukan.
Hal ini menjadi bagian dari komitmen pemerintah untuk mendorong terciptanya lingkungan pengasuhan yang aman, sehat, dan berorientasi pada pemenuhan hak anak.
Ke depan, Dinsos Kaltim juga tengah menyiapkan sistem informasi layanan sosial yang terintegrasi guna mempermudah pemantauan dan evaluasi kinerja LKS.
Dengan sistem ini, data anak, pengelola, hingga pelaporan insiden bisa tercatat secara real-time dan menjadi bahan pengambilan kebijakan berbasis bukti.
“Peningkatan mutu layanan panti adalah keharusan. Kita ingin lembaga sosial di Kaltim benar-benar menjadi tempat yang layak bagi anak-anak dalam situasi rentan, bukan justru menjadi sumber masalah baru,” ungkapnya.
Melalui langkah-langkah konkret ini, Dinsos berharap bisa mengangkat kembali kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengasuhan anak dan membangun sistem perlindungan sosial yang lebih baik dan berkelanjutan di Kalimantan Timur. (Adv/Diskominfokaltim)
Editor : Nur Alim