
Kukar, infosatu.co – Pemerintah terus memperkuat barisan pertahanan masyarakat dalam menghadapi ancaman Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang kian mengintai, terutama menjelang puncak musim kemarau tahun ini.
Melalui program pembinaan lingkungan, dua desa di wilayah Kalimantan Timur (Kaltim), yakni Desa Loa Duri Ulu dan Desa Loa Duri Ilir, menjadi tuan rumah kegiatan pembinaan kelompok masyarakat peduli api (MPA) yang digelar pada 22 Mei 2025.
Kegiatan yang dipusatkan di Gedung Balai Pertemuan Umum Kantor Desa Loa Duri Ulu dan melibatkan berbagai unsur.
Mulai dari perwakilan anggota MPA, aparatur desa, Babinsa, Babinkamtibmas, hingga narasumber dari sejumlah instansi teknis yang memiliki kompetensi di bidang penanggulangan kebakaran.
Pembinaan tersebut bertujuan menumbuhkan kesadaran kolektif dan membangun kemampuan teknis masyarakat dalam menghadapi bencana karhutla yang bersifat musiman.
Namun kerap membawa dampak jangka panjang bagi ekosistem maupun kesehatan warga.
Materi yang disampaikan mencakup teknik deteksi dini, cara pemadaman api skala kecil, penggunaan alat pemadam sederhana, hingga strategi patroli lapangan yang terkoordinasi.
Tak kalah penting, para peserta juga dibekali pemahaman tentang pentingnya sinergi antarwarga, tokoh adat, aparat keamanan, serta perangkat desa.
Tujuannya untuk menciptakan sistem respon cepat yang efektif ketika muncul titik api.
Para fasilitator juga menekankan pentingnya pelaporan secara berjenjang dan tanggap darurat berbasis komunitas.
Kepala Desa Loa Duri Ulu, Muhammad Arsyad, menegaskan bahwa kelompok MPA bukan hanya pelengkap dalam struktur pemerintahan desa, melainkan garda awal dalam melindungi kampung dan kawasan hutan dari kebakaran.
Ia menilai pembinaan semacam ini sebagai kebutuhan mutlak bagi desa-desa yang memiliki tutupan lahan cukup luas dan rentan terbakar.
“Kelompok MPA adalah ujung tombak kita dalam menjaga kampung dan hutan dari kebakaran,” katanya.
“Dengan pelatihan ini, saya berharap MPA bisa lebih sigap, terlatih, dan solid dalam bertindak di lapangan,” kata Arsyad.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa keberhasilan pengendalian karhutla tidak bisa semata diserahkan kepada pemerintah.
Menurutnya, keterlibatan aktif masyarakat menjadi unsur kunci. Pengetahuan teknis saja tidak cukup tanpa dibarengi semangat kolektif untuk menjaga lingkungan sebagai warisan lintas generasi.
“Bukan hanya sekadar tanggap ketika kebakaran sudah terjadi, tetapi juga aktif dalam upaya pencegahan dan edukasi kepada warga lain,” katanya.
“Kalau desa bisa mencegah sejak dini, itu lebih baik daripada sibuk memadamkan,” ujarnya.
Kegiatan ini disambut antusias oleh para peserta, yang menilai materi yang diberikan sangat kontekstual dengan kondisi wilayah mereka.
Seperti diketahui, baik Desa Loa Duri Ulu maupun Loa Duri Ilir dikelilingi kawasan hutan dan lahan gambut yang rawan terbakar saat musim kering melanda.
Riwayat Karhutla dalam beberapa tahun terakhir juga menjadi pengingat bahwa kesiapsiagaan tidak boleh kendor.
Beberapa peserta mengaku pelatihan ini membuka wawasan baru dan memberi kepercayaan diri untuk bertindak cepat ketika melihat potensi ancaman.
Mereka juga berharap agar kegiatan semacam ini tidak berhenti di tataran pelatihan awal, melainkan terus berlanjut secara berkala guna memperkuat jaringan MPA sebagai sistem pendeteksi dini sekaligus pelindung lingkungan di tingkat akar rumput. (Adv)