
Samarinda, infosatu.co – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menyoroti sejumlah catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia terhadap kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Hal ini disampaikan oleh Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Firnadi Ikhsan usai menghadiri Rapat Paripurna ke-21 pada Selasa, 1 Juli 2025.
Menurutnya, Komisi II DPRD Kaltim secara aktif terus mendorong BUMD untuk memperbaiki tata kelola, menyelesaikan berbagai rekomendasi BPK, serta meningkatkan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
“Dari hasil rapat kami terakhir, salah satu yang menjadi sorotan adalah persoalan pengelolaan aset dan pencatatan modal yang belum jelas. Seperti PT MMB dan PT Pelindo, yang oleh BPK dicatat masih memiliki persoalan dalam pencatatan piutang dan manajemen,” ungkapnya.
Menurutnya, merujuk pada laporan BPK terhadap Tahun Anggaran 2024, di mana PT MMB disebut masih memiliki utang sebesar Rp76 miliar yang belum tertagih ke dalam pendapatan daerah. Sementara itu, PT Pelindo dinilai belum optimal dalam tata kelola keuangan dan aset.
“Kami sudah bertemu dengan manajemen BUMD tersebut, termasuk saat kunjungan ke PT KKT dan PT MBS, dan meminta komitmen mereka untuk menyelesaikan catatan dari BPK. Ini penting agar ke depan kepercayaan terhadap BUMD meningkat,” jelasnya.
Dia menyebut bahwa meskipun BUMD memiliki peran strategis dalam menggerakkan ekonomi daerah, namun kepercayaan publik dan tata kelola yang profesional menjadi syarat mutlak agar mereka dapat terus tumbuh dan mendapatkan peluang kerja sama yang lebih luas, baik dengan pihak swasta maupun pemerintah pusat.
“Kalau manajemen masih tidak tertib, tentu mitra akan enggan bekerja sama. Padahal peluang di sektor tambang, migas (minyak dan gas bumi), dan infrastruktur sangat terbuka untuk BUMD kita,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan bahwa DPRD, khususnya Komisi II, memiliki fungsi pengawasan terhadap jalannya BUMD.
Oleh karena itu, evaluasi akan terus dilakukan untuk memastikan setiap catatan dari BPK ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan.
“Kami tidak ingin ada laporan yang berulang. Maka, setiap BUMD harus transparan, terbuka terhadap pengawasan, dan berani melakukan audit internal,” ujarnya.
Menurutnya, selama ini masih ada kendala dalam hal penyerahan aset dari pemerintah provinsi kepada BUMD yang membuat proses pencatatan menjadi tidak tuntas.
Hal ini juga berdampak pada beban operasional yang semakin besar di internal BUMD.
“Ini hal klasik, tapi harus segera diselesaikan. Jangan sampai jadi alasan terus-menerus. Pemprov harus hadir dalam proses penyelesaian ini agar BUMD bisa fokus pada pengembangan bisnis,” katanya.
Dia juga meminta agar ke depan, pembentukan atau pengembangan BUMD dilakukan secara selektif, berbasis kebutuhan dan kapasitas daerah, bukan sekadar membentuk banyak perusahaan tanpa arah yang jelas.
“Jangan hanya kuantitas, tapi kualitas dan kinerja. Karena ini menyangkut keuangan negara dan harapan masyarakat terhadap manfaat ekonomi yang bisa dihasilkan,” tegasnya.
DPRD Kaltim berharap, dengan dorongan politik dari lembaga legislatif dan pembenahan internal dari masing-masing BUMD, persoalan tata kelola bisa diperbaiki dan kontribusi terhadap pembangunan daerah dapat ditingkatkan secara signifikan.