
Samarinda, infosatu.co – Budaya membaca di Kota Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) dinilai masih jauh dari ideal.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda Sri Puji Astuti menyuarakan keprihatinannya terhadap minimnya kesadaran literasi masyarakat yang belum menjadi prioritas dalam pembangunan sumber daya manusia.
“Minat baca kita masih rendah. Pemerintah harus menjadi teladan dalam menumbuhkan kesadaran literasi, bukan hanya sekadar membuat program,” ujarnya.
Meski terdapat sedikit peningkatan dalam indeks Tingkat Gemar Membaca (TGM) warga Samarinda dari 69,46 ke 71,04 poin dalam satu tahun terakhir berdasarkan data BPS, angka tersebut belum mampu mencerminkan kemajuan nyata dalam membangun budaya literasi.
Puji menilai kondisi ini merupakan cerminan dari lemahnya sistem pendukung, khususnya pada tataran kebijakan.
Ia menyoroti tidak adanya regulasi yang cukup kuat untuk mendorong Organisasi Perangkat Daerah (OPD), seperti Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip), agar lebih inovatif dan masif dalam menjalankan program literasi.
“Selama tidak ada regulasi yang jelas, OPD seperti Dispusip tidak bisa bergerak maksimal. Kita butuh aturan yang mampu memberikan arah dan keberanian untuk membuat terobosan,” tegasnya.
Keterbatasan anggaran juga menjadi faktor penghambat utama.
Menurut Puji, pasca kebijakan efisiensi anggaran dari pusat, banyak program literasi akhirnya stagnan karena kekurangan dukungan pendanaan.
“Literasi tidak bisa berjalan hanya dengan semangat, tapi butuh fasilitas, dukungan finansial, dan kebijakan yang visioner,” lanjutnya.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa tanggung jawab membangun budaya membaca tidak sepenuhnya berada di tangan pemerintah.
Masyarakat, kata dia, harus ikut ambil bagian dalam menanamkan kebiasaan membaca sejak dini, baik di lingkungan keluarga, sekolah, hingga ruang-ruang komunitas.
“Kalau kita ingin mencetak generasi yang mampu bersaing, maka budaya literasi harus dimulai dari rumah. Buku bukan sekadar bacaan, tapi jendela masa depan,” pungkas Puji.
Ia berharap dorongan legislatif ini bisa menjadi langkah awal lahirnya kebijakan yang lebih pro-literate dan menempatkan literasi sebagai fondasi pembangunan manusia di Samarinda.