Samarinda, infosatu.co – Krisis ekologis yang terjadi di Kota Samarinda menjadi sorotan dalam acara Dialog Publika: Menakar Krisis Ekologis di Balik Laju Pembangunan.
Dialog ini menghadirkan Koordinator Infrastruktur, Lingkungan, dan Pengendalian Banjir dari Tim Walikota Akselerasi Pembangunan Kota Samarinda, Bernaulus Saragih.
Dialog Publika yang digelar di TVRI Kaltim pada Senin, 19 Mei 2025, Bernaulus menegaskan ada beberapa persoalan lingkungan di Samarinda.
Terutama katanya banjir, tidak bisa dilepaskan dari berbagai faktor penyebab yang kompleks.
“Kalau kita bicara krisis ekologi di Samarinda, dampaknya paling nyata terlihat dari masalah banjir. Tapi menyalahkan pemerintah kota saja tidak cukup. Kota ini menerima air dari berbagai penjuru, dan itu harus ditangani bersama,” ujarnya.
Menurutnya, kondisi geografis Samarinda sebagai daerah hilir membuatnya rawan menerima limpahan air dari wilayah sekitarnya.
Selain itu, persoalan teknis seperti saluran air yang sempit, drainase yang tersumbat, dan sistem pengelolaan lingkungan yang belum optimal memperparah keadaan.
“Air itu mengalir ke tempat rendah, tapi ketika tersumbat oleh sampah atau bangunan liar di atas anak sungai, genangan dan banjir jadi tak terhindarkan,” jelas Bernaulus.
Ia juga menyinggung bahwa keberadaan aktivitas tambang batubara di sekitar kota turut berdampak terhadap lingkungan, terutama jika tidak ditangani dengan pengawasan ketat.
Namun, ia menolak menjadikan tambang sebagai satu-satunya kambing hitam.
“Tambang bisa jadi salah satu penyumbang, tetapi akar persoalan lebih luas. Penegakan hukum, tata kelola wilayah, hingga kesadaran masyarakat semua ikut andil,” terangnya.
Bernaulus mengingatkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, kondisi kota justru mulai membaik kecuali saat terjadi cuaca ekstrem.
“Kalau curah hujan di atas 150 mm, daerah mana pun di dunia bisa banjir, termasuk kota-kota besar seperti London atau Paris. Karena memang sistem drainase tidak didesain untuk kondisi ekstrem seperti itu,” ungkapnya.
Oleh karena itu, ia mendorong penanganan terpadu lintas wilayah dan sektor, serta peningkatan investasi dalam infrastruktur lingkungan.
“Kalau kita ingin kualitas lingkungan membaik, maka kita harus perbaiki dari hulu hingga hilir, tidak bisa hanya satu pihak yang bekerja,” pungkasnya.