
Samarinda, infosatu.co – Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar rapat audiensi bersama Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) untuk membahas polemik upemberian insentif bagi guru PAUD.
Ketua Komisi IV DPRD Samarinda Novan Syahronny Pasie mengatakan persoalan insentif ini muncul akibat adanya perbedaan pemahaman terkait regulasi yang berlaku.

Sebelumnya insentif guru PAUD mengacu pada Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 8 Tahun 2022, namun kemudian terdapat pembaruan melalui Perwali Nomor 65 Tahun 2022 yang mengatur insentif dalam bentuk honorarium serta kualifikasi penerimanya.
“Ada beberapa kesalahpahaman terhadap aturan. Insentif ini sifatnya honorarium dengan kualifikasi tertentu yang sudah diatur dalam perwali tersebut,” katanya.
“Harapan dari guru adalah pemerataan, namun perlu dipahami bahwa pemberian insentif juga merupakan kebijakan pemerintah kota yang mengikuti kemampuan daerah,” jelasnya Nova kepada wartawan di Gedung Sekretariat DPRD Samarinda pada Senin, 3 November 2025.
Novan mengungkapkan, total pendidik PAUD di Kota Samarinda mencapai 785 orang. Namun saat ini, jumlah penerima insentif hanya sekitar 385 orang.
Karena itu, Komisi IV DPRD Samarinda meminta agar dilakukan pengecekan ulang penerima berdasarkan kualifikasi yang telah ditetapkan.
“Dari 385 penerima ini, kita ingin memastikan apakah sudah sesuai kriteria. Ini akan ditindaklanjuti bersama Disdikbud dan hasilnya juga akan dibicarakan dengan Wali Kota untuk mencari formula terbaik agar kesejahteraan guru PAUD tetap diperhatikan,” katanya.
Ia menambahkan, mayoritas sekolah PAUD di Samarinda merupakan lembaga swasta, sehingga insentif dari pemerintah bersifat bentuk apresiasi dan dukungan tambahan.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Kaltim juga telah membantu melalui tunjangan sekitar Rp500 ribu untuk guru PAUD.
“Harapan kita tentu semua 785 guru PAUD dapat terbantu, tetapi kemampuan keuangan daerah saat ini juga harus menjadi pertimbangan,” ujar Novan.

Sementara itu, Kepala Bidang Pembinaan Ketenagaan Disdikbud Samarinda Taufiq Rachman menjelaskan, apa yang disebut sebagai pengurangan bukanlah pemotongan penerima, melainkan rasionalisasi yang disesuaikan dengan hasil evaluasi lapangan.
“Rasionalisasi dilakukan berdasarkan regulasi dan hasil monitoring yang melibatkan pengawas sekolah. Penerima insentif harus sesuai dengan jumlah rombongan belajar (rombel) yang mereka ajar. Satu guru mengajar satu rombel, maka itu yang berhak menerima,” terang Taufiq.
Disdikbud Samarinda akan menindaklanjuti rapat tersebut dengan menerbitkan edaran resmi mengenai kriteria penerima insentif agar tidak menimbulkan kebingungan lagi.
“Setelah rapat ini, kami akan memperjelas klasifikasi penerima insentif dalam bentuk surat edaran, agar jelas syarat dan ketentuannya,” pungkasnya.
