Samarinda, infosatu.co – Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum (Kadiv P3H) Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kalimantan Timur (Kaltim), Ferry Gunawan C, menegaskan pentingnya penyusunan peraturan desa secara legal, sistematis, dan berbasis prosedur yang sah.
Hal itu disampaikan saat membuka kegiatan bertajuk “Memahami Kebijakan Pedoman Teknis Penyusunan Peraturan di Desa dan Simulasi” yang digelar di Hotel Five Premier, Samarinda, Rabu, 18 Juni 2025.
Kegiatan tersebut dihadiri puluhan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dari berbagai kabupaten dan kota di Kalimantan Timur.
Mereka datang dengan semangat belajar yang tinggi, berharap dapat membawa pulang pemahaman baru tentang regulasi desa yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan nasional.
“Penyusunan Peraturan Desa tidak bisa dilakukan sembarangan. Setiap tahapan harus sesuai prosedur, mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan, pengundangan, hingga penyebarluasan,” ujar Ferry.
Itu disampaikan Ferry dalam sambutannya, sekaligus mewakili Kepala Kanwil Kemenkum Kaltim, Muhammad Ikmal Idrus.
Pernyataan tersebut selaras dengan kebijakan pemerintah yang mendorong desa menjadi subjek hukum yang berdaulat, dengan kemampuan menyusun regulasi secara mandiri, namun tetap berpegang pada prinsip-prinsip hukum yang berlaku.
Ferry menekankan bahwa desa bukan semata pelaksana pembangunan, tetapi memiliki kedudukan strategis sebagai entitas otonom yang memiliki kewenangan legislasi terbatas di wilayahnya.
“Desa memiliki kekuatan untuk membentuk regulasi lokal. Tapi harus paham dulu format, dasar hukum, dan struktur redaksionalnya,” lanjutnya.
Ferry sendiri memandu langsung sesi simulasi penyusunan perdes. Ia memperlihatkan alur teknis penyusunan beserta format baku yang harus digunakan.
Simulasi ini dirancang tidak hanya sebagai latihan teoritis, tetapi juga sebagai uji penerapan langsung di lapangan.
Peserta diberi kesempatan menyusun draf peraturan desa berdasarkan kasus dan konteks yang disimulasikan.
“Kami ingin peserta tidak hanya tahu konsepnya, tapi juga bisa praktik langsung menyusun perdes dengan benar dan sah secara hukum,” katanya saat memandu sesi praktik tersebut.
Antusiasme peserta terlihat sejak awal kegiatan. Dalam sesi diskusi terbuka, berbagai persoalan diungkap.
Beberapa peserta mengaku sering bingung ketika harus menyusun peraturan desa karena tidak memiliki referensi hukum yang cukup.
Sementara sebagian lainnya menyoroti lemahnya koordinasi antara BPD dan pemerintah desa dalam proses legislasi lokal.
Kegiatan ini menjadi ruang tukar pengalaman yang bernas. Ada yang menyampaikan keberhasilan praktik regulasi partisipatif di desanya.
Ada pula yang dengan jujur mengisahkan betapa rancunya penyusunan perdes karena minimnya pembinaan hukum dari tingkat kabupaten.
Kanwil Kemenkum Kaltim menangkap sinyal itu sebagai kebutuhan riil.
Bahwa regulasi yang kuat harus dimulai dari desa, dan pendampingan hukum tidak boleh berhenti pada pelatihan seremonial semata.
Diperlukan komitmen jangka panjang agar desa mampu membangun budaya hukum yang hidup dan progresif.
“Kami berharap pelatihan ini menjadi awal dari proses pendampingan berkelanjutan agar desa semakin mandiri secara hukum dan tidak ragu dalam membentuk regulasi yang berdampak,” pungkas Ferry.