Jakarta, infosatu.co – Kasus dugaan pembunuhan seorang ABG yang melibatkan AN, anak Bos Prodia, masih terus berlanjut di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
AN yang dituduh terlibat dalam kasus ini membantah keras tudingan tersebut, ia sampaikan bahwa dirinya merasa dijebak dan diperas dalam kasus ini.
“Proses hukum ini sudah sangat panjang saya lalui, saya akui saya open BO. Namun, saya tidak membunuh. Saya merasa dijebak dan diperas dalam kasus ini,” ujar AN kepada awak media, belum lama ini.
Dalam penjelasannya, AN mengungkapkan bahwa kasus ini melibatkan masalah hukum yang lebih kompleks, termasuk peran pengacara atau tim kuasa hukum terdahulu yang ia percayai. AN menyebutkan bahwa, alih-alih membela dirinya, tim pengacara yang dipimpinnya malah memeras dirinya dalam proses hukum.
“Tim lawyer saya, seharusnya membela saya, malah memeras saya dalam bentuk hukum, saya pun tidak tahu menahu, dikarenakan saya, bukanlah orang hukum, akan tetapi, memang saya secara pribadi sangat mempercayai tim kuasa hukum saya,” tutur AN dengan nada sesal.
AN bahkan menuding bahwa permainan tim kuasa hukumnya sengaja dirancang untuk membuatnya terjerat dalam hukum, meskipun menurutnya tidak ada dasar hukum yang sah untuk menjerat dirinya dalam kasus tersebut.
Beruntung, ungkap AN, kasus ini akhirnya terbongkar, dan sejumlah oknum kepolisian yang diduga terlibat dalam pemerasan sudah terkena sanksi. Seperti AKBP B, AKP M, AKP Z, AKBP G, dan Ipda D dipecat tidak terhormat dari kesatuan mereka setelah terungkap terlibat dalam kasus ini.
“Dikarenakan, mereka telah melakukan perbuatan tidak terhormat, yang seharusnya membela masyarakat mala menjerumuskan dengan melakukan hal-hal tidak sesuai dengan koridor hukum yang berlaku,” sebut AN.
AN juga menambahkan bahwa oknum-oknum polisi tersebut telah terbukti menyalahgunakan jabatan mereka, terlibat dalam pemerasan, dan melakukan perbuatan melawan hukum dalam menangani kasus ini.
“Orang-orang ini patut disinggung di dalam konteks di atas, dikarenakan itulah kejadian aslinya. Next, dalam profiling kalian telah lakukan, seharusnya pasal-pasal dapat dikenai seperti pasal-nya, sepatutnya adalah para suami dari korban tersebut,” bebernya.
Menurut AN, suami para korban, yang terlibat dalam persetubuhan di bawah umur dan menjual para wanita tersebut untuk bekerja sebagai LC di tempat hiburan, seharusnya yang dijerat dengan pasal-pasal tersebut, bukan dirinya. Ia merasa bahwa dirinya hanyalah korban politisir oknum-oknum pengacara yang memanfaatkan kasus ini untuk kepentingan pribadi.
“Padahal jelas-jelas melakukan itu adalah suami-suami mereka dan jelas tertulis bahwa mereka pun dijual para lelaki mereka ke dalam karaoke tersebut dengan hasrat uang,” ujarnya.
AN menambahkan bahwa para pria tersebut, yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan tidak dapat menafkahi keluarga mereka, kemudian memaksa istri-istri mereka untuk masuk ke dalam dunia hitam demi uang.
AN juga mengungkapkan bahwa bukti-bukti lain, seperti rekaman CCTV di LM yang telah disita oleh PPA, tidak dapat ditinjau oleh pihaknya. Ia juga mengkritik wawancara dengan Dinas Sosial yang dinilai telah membuka aib mereka sendiri namun tetap menuntutnya sebagai pelaku persetubuhan di bawah umur.
“Silahkan interview LE hotelnya, cari bernama FI. Carilah celah dimana di dalam CCTV tersebut, saya tidak pernah bersikap melawan hukum, dan malah terbalik, saya lah memberikan pertolongan pertama di dalam gejala stroke kepada korban, bukan seperti yang disampaikan berita AKBP B di awal kasus itu,” terangnya.
AN mengklaim bahwa berita yang beredar tentang dirinya adalah hoaks yang sengaja diarahkan untuk menjebak dirinya dan MB dalam kasus yang direkayasa oleh tim kuasa hukum mereka.
Lebih lanjut, AN mempertanyakan proses penyelidikan yang dinilai terburu-buru dan tidak transparan. Ia mengkritik bagaimana seorang Kasat dapat menyimpulkan perkara dalam waktu kurang dari tiga hari dan mempublikasikannya sebagai berita. AN juga menyebut bahwa bukti Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari A yang telah terbukti di pengadilan ternyata telah disetting oleh AKP M.
“Mungkin bukan palsu, tetapi sengaja mengarahkan para korban dan kedua orang tua korban dapat mengikuti kemauan oknum, yang dapat menyebabkan kesalahan fatal dalam menjalankan sebuah perkara,” ungkap AN. I
a menutup penjelasannya dengan kesimpulan bahwa hukum di Indonesia tidak dapat sepenuhnya dipercaya karena lemahnya pengawasan terhadap kasus-kasus yang sedang berjalan,” tuturnya.
“Memang jelas sudah, hukum di Indonesia tidak dapat dipercaya begitu saja, dikarenakan, bobroknya pengawasan kasus-kasus baik telah berjalan, sedang berjalan, ataupun nantinya segera berjalan kemudian hari,” sambung AN.