
Samarinda, infosatu.co – Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Hasanuddin Mas’ud, mendesak Pemerintah Provinsi Kaltim untuk segera mengembalikan sekolah tersebut ke lokasi asalnya di Jalan H.A.M. Rifaddin, Kecamatan Samarinda Seberang.
Desakan itu disampaikan Hasanuddin dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi IV DPRD Kaltim dengan Pemprov Kaltim, Senin, 19 Mei 2025.
Rapat ini turut dihadiri oleh Sekretaris Daerah Sri Wahyuni dan jajaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim.
Menurut Hasanuddin, SMA Negeri 10 sejak awal didirikan tahun 2006 merupakan bagian dari upaya pemerintah provinsi dalam menciptakan pendidikan unggulan di wilayah Samarinda Seberang.
Namun, ia mengungkapkan bahwa kerja sama antara Dinas Pendidikan Kaltim dengan Yayasan Melati sebagai mitra pendiri sekolah tersebut telah resmi berakhir sejak tahun 2010.
“SMA 10 ini sejak didirikan 2006 dengan semangat unggulan. Namun, kerja sama antara Dinas Pendidikan Kaltim dan Yayasan Melati berakhir tahun 2010,” terang Hasanuddin.
Dalam kesempatan itu, Hasanuddin bahkan membacakan salinan surat pernyataan dari pihak Yayasan Melati yang menyetujui penghentian kerja sama.
“Pemutusan kerja sama itu tertuang dalam surat Yayasan Melati Nomor 099-01.05-P.IMT/VI/2010. Sejak saat itu, SMA 10 tidak lagi di bawah pengelolaan Yayasan Melati dan ditangani langsung oleh Dinas Pendidikan Provinsi Kaltim,” lanjutnya.
Penegasan Hasanuddin tidak berhenti sampai di situ. Ia memaparkan bahwa status kepemilikan lahan dan bangunan yang digunakan oleh SMA Negeri 10 sudah sangat jelas secara hukum.
Menurutnya, Pemerintah Provinsi Kaltim merupakan pemilik sah atas lahan dan seluruh infrastruktur pendidikan yang ada di atasnya, sebagaimana telah diputuskan oleh Mahkamah Agung.
“Tanah tersebut adalah milik Pemerintah Provinsi. Itu sudah inkrah berdasarkan putusan MA Nomor 72 PK/Pdt.G/2017. Status Yayasan Melati di atas tanah itu adalah sebagai pihak penyewa yang sudah dicabut,” sebutnya.
Menanggapi klaim Yayasan Melati atas bangunan yang ada, Hasanuddin menyampaikan bahwa pembangunan fisik sekolah dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kaltim.
“Yayasan mengklaim bangunan karena merasa membangun, tapi dari data yang kami punya, bangunan itu dibiayai oleh APBD. Ada di dokumen aset Pemprov, dan nilainya mencapai Rp13 miliar lebih,” ucapnya.
Situasi semakin rumit ketika pada tahun 2021 SMA Negeri 10 dipindahkan ke Education Center, Sempaja.
Namun, proses pemindahan tersebut telah dibatalkan melalui putusan pengadilan.
Hasanuddin menegaskan bahwa pemindahan itu dinyatakan tidak sah secara hukum.
“Putusan MA Nomor 27/2022 telah menolak kasasi Dinas Pendidikan Kaltim dan menyatakan bahwa pemindahan SMA 10 itu tidak sah dan batal demi hukum,” kata Hasanuddin.
Ia juga menegaskan bahwa saat ini tidak ada lagi ruang untuk mempertanyakan legalitas keputusan tersebut, sebab menurutnya Indonesia adalah negara hukum dengan landasan hukum yang sudah sangat jelas.
Menurutnya, meskipun dirinya tidak ingin membahas persoalan dari sisi teknis, namun secara hukum tidak ada alasan apa pun yang dapat membenarkan penundaan pengembalian SMA Negeri 10 ke lokasi asalnya.
Untuk itu, Hasanuddin mendesak agar pemerintah provinsi segera melaksanakan eksekusi putusan pengadilan secara fisik.
Ia juga meminta agar lahan seluas 12 hektare yang menjadi bagian dari lokasi SMA 10 dapat diamankan dari segala aktivitas pihak luar, khususnya Yayasan Melati.
“Saya berharap Pemprov segera mengamankan lahan 12 hektare dan seluruh aset di atasnya. Yayasan Melati harus keluar dari lahan itu. Kalau mereka merasa punya hak, ya silakan ajukan ke pengadilan lagi,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa tanpa kerja sama resmi yang baru, Yayasan Melati tidak dibenarkan melakukan aktivitas pembangunan apapun di atas tanah tersebut.
“Jika tetap ingin memakai lahan itu, statusnya harus sewa. Tidak boleh membangun apapun kecuali itu untuk kepentingan SMA 10. Dan itu pun harus dengan izin dan dasar hukum yang sah,” tegasnya lagi.
Hasanuddin juga menyoroti pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025.
Ia meminta agar seluruh proses penerimaan siswa baru untuk SMA 10 dilakukan di lokasi lama di Samarinda Seberang, sebagai bentuk implementasi putusan hukum dan pelayanan pendidikan kepada masyarakat setempat.
“Saya minta SPMB tahun ini dilaksanakan di Samarinda Seberang. Siswa kelas 10 tahun ajaran baru harus belajar di kampus Rifaddin. Sedangkan untuk kelas 11 dan 12 yang sudah berada di Education Center, bisa tetap menyelesaikan pendidikan di sana,” imbuhnya.
Ia menekankan bahwa langkah yang diambil tidak didasari oleh kepentingan politik ataupun tekanan dari kelompok tertentu, melainkan murni untuk menegakkan supremasi hukum serta menjaga integritas aset milik negara.
Semua pernyataan itu, kata Hasanuddin, bersumber dari fakta-fakta hukum yang sah, dan apabila perdebatan diarahkan pada aspek teknis atau pertimbangan emosional, maka persoalan tersebut akan menjadi semakin panjang.
Oleh karena itu, menurutnya, penegakan hukum harus menjadi prioritas utama.