infosatu.co
HUKUMSamarinda

Dirut PKT di Periksa KPK, Terkait Dugaan Kasus Suap PT Pilog dan PT HTK

Penulis : Lydia – Editor : Sukri

Samarinda, infosatu.co – Direktur Utama PT Pupuk Kaltim, Bakir Pasaman diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di duga menyuap PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah membeberkan kepada awak media, Rabu (04/12/2019), bahwa penyidik KPK telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Pupuk Kaltim, Bakir Pasaman.

“Bakir diperiksa untuk tersangka Direktur PT HTK, Taufik Agustono,” ungkapnya.

Namun, Febri belum memberikan penjelasan yang signifikan, dalam kasus Bakir yang juga merupakan pengembangan dugaan suap terhadap anggota DPR, Bowo Sidik Pangarso.

“Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi,” jelas Febri.

Sementara, Herdiansyah Hamzah, Akademisi Unmul, menyebutkan bahwa pemanggilan Dirut PKT, Bakir Pasaman, sebagai saksi,dan ini hal yang lumrah dilakukan oleh KPK untuk mengembangkan kasus. Intinya, dalam perkara suap yang melibatkan mantan anggota DPR, Bowo Sidik ini, keterangan dirut PKT ini diperlukan untuk kepentingan berkas pemeriksaan tersangka direktur PT Humpuss, Taufik Agustono.

“Jadi status Dirut PKT dalam kasus ini masih sebatas saksi. Tapi jangan lupa, status saksi ini bisa saja ditingkatkan menjadi tersangka, tergantung pendalaman yang dilakukan oleh penyidik KPK, apakah menemukan cukup bukti atau tidak,”ucapnya

“Namun yang pasti, KPK mesti mengurai missing link yang belum terjawab, yakni apa sebenarnya peran dirut PKT dalam perkara ini,”sambungnya

Kalau dilihat polanya, dilihatnya ini mata rantai antara PT. Humpuss, PKT, dan Bowo Sidik. Dalam setiap perkara korupsi yang rentan dengan persekongkolan, maka peran setiap pihak mesti diurai satu persatu. Nah, yang belum terjawab selama ini, peran dari kebijakan yang diambil berdasarkan otoritas yang ada di PKT.

“Apakah itu pure transaksi bisnis, atau ada perbuatan melawan hukum di sana. Ini yang mesti didalami oleh KPK,”cetusnya

Dihubungi via WhatsApp oleh infosatu.co, Humas PKT, Wahyudi menegaskan, bahwa Ia belum dapat menyampaikan klarifikasi.

“Karena sampai saat ini, saya belum terima informasi resmi terkait hal ini,” tegasnya.

Diketahui, Taufik terjerat kasus pengembangan perkara suap, yaitu kerjasama pengangkutan bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT Humpuss Transportasi Kimia.

Taufik diduga menyuap Bowo Sidik, agar membantu PT HTK mendapatkan kerjasama sewa menyewa kapal dengan PT Pilog, dan uang suap dialirkan secara bertahap.

Kasus ini berawal saat PT HTK memiliki kontrak pengangkutan bersama cucu perusahaan PT Petrokimia Gresik selama 5 tahun ( 2013-2018 ).

Namun, kontrak ini dihentikan di tahun 2015, karena membutuhkan kapal berkapasitas lebih besar, dan tidak dimiliki PT HTK.

KPK menduga, ada upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk PT Pupuk Indonesia, sebagai kepentingan distribusi pupuk.

Selanjutnya, PT HTK meminta bantuan Bowo Sidik Pangarso, lalu Bowo menemui Marketing Manager HTK, Asty Winasti untuk membicarakan dan mengatur strategi, agar PT HTK tidak kehilangan pasar penyewaan kapal.

Pertemuan ini dilaporkan pada Taufik, dan untuk menyepakati kerjasama sewa kapal yang sempat terhenti pada 2015, Taufik diduga bertemu dengan beberapa pihak termasuk Asty dan Bowo Sidik.

Bowo meminta sejumlah fee untuk menyepakati kerjasama tersebut. Direktur PT HTK dan manajemen menyanggupi sejumlah fee yang diminta Bowo.

Pada 26 Februari 2019, dilakukan MoU antara PT Pilog dengan PT HTK, dan materi MoUnya adalah pengangkutan kapal milik PT HTK, yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.

Setelah MoU tersebut berlaku, PT HTK menyepakati pemberian fee untuk bowo, serta dibuatkan satu perjanjian antara PT HTK dan Perusahaan milik Bowo, PT Inersia Ampak Engineers, agar memenuhi kelengkapan administrasi pengeluaran PT HTK.

Namun, Bowo meminta pembayaran Rp. 1.000.000.000,- sebagai uang muka kepada PT HTK, karena ditandatanganinya MoU antara PT HTK dan PT Pilog.

Taufik menyanggupinya, dan disetujui oleh Komisaris PT HTK. Namun, pertimbangan yang terlalu besar untuk diberikan sekaligus, maka dibuatkan termin pembayarannya secara berangsur.

Bowo memberikan uang secara bertahap pada tanggal 1 November 2018 – 27 Maret 2019.

Rinciannya sebagai berikut:
1 November 2018 = US$59.587
20 Desember 2018 = US$21.327
20 Februari 2019 = US$7.819
27 Maret 2019 = Rp 89.449.000,-

Atas perbuatan tersebut, tersangka Taufik diduga melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13  tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Related posts

Penembakan THM, Keluarga Dedy Bantah Kaitan Kasus 2021, Minta Pulihkan Nama Baik

Adi Rizki Ramadhan

Keraton Kainmas Siapkan 5 Hewan Kurban Ke Masyarakat Buton di Perbatasan

Emmy Haryanti

KSE Unmul dan IYD Kaltim Berkolaborasi Dorong Literasi Keuangan Anak Muda

Rosiana

You cannot copy content of this page