Jakarta, infosatu.co – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 125.690 pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) belum menerima pengembalian dana dari uang yang disetorkan ke Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Terkait hal itu, Komisioner Badan Pengelola (BP) Tapera, Heru Pudyo Nugroho menjelaskan bahwa pihaknya telah menindaklanjuti dengan melakukan pengembalian tabungan melalui Taspen pada akhir 2022.
“Dapat disampaikan bahwa seluruh hasil temuan telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK dan dilaporkan kepada BPK serta telah dinyatakan selesai oleh BPK,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (6/6/2024).
Heru menjelaskan, BP Tapera berkomitmen mengembalikan tabungan perumahan rakyat kepada peserta paling lama 3 bulan setelah masa kepesertaannya berakhir.
Tapera mengklaim telah mengembalikan dana tabungan tersebut kepada 956.799 pensiunan PNS atau ahli warisnya senilai Rp4,2 triliun.
“Ke depan, dalam rangka meningkatkan kualitas layanan pengembalian tabungan, BP Tapera terus melakukan perbaikan sistem dan tata kelola,” ujarnya.
“Melakukan sosialisasi dengan kementerian/lembaga terkait juga mitra kerja, serta perkuatan materi komunikasi melalui kanal media sosial untuk melindungi hak peserta pada akhir masa kepesertaan,” sambungnya.
Seiring dengan persoalan tersebut, ribuan buruh melakukan unjuk rasa di depan Istana Kepresidenan, Jakarta, hari ini. Mereka menolak penerapan iuran kepesertaan Tapera bagi pekerja swasta.
Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal berpendapat, kebijakan Tapera merugikan dan membebani pekerja dengan iuran.
Meski setelah membayar iuran hingga 20 tahun, pekerja tetap tidak diberikan kepastian bisa memiliki rumah. “Permasalahan lain adalah dana Tapera rawan dikorupsi, serta ketidakjelasan dan kerumitan pencairan dana,” katanya kepada wartawan dalam pernyataan tertulis, Rabu (5/6/2024).
Selain itu dalam Tapera, pemerintah dinilai lepas tanggung jawab dalam menyediakan rumah. Hal ini kata Iqbal, pemerintah hanya bertindak sebagai pengumpul iuran, tidak mengalokasikan dana dari APBN maupun APBD.